Medan, Bonarinews.com — Pelaku UMKM di Sumatera Utara mendapat momentum untuk memperbesar skala usaha seiring meningkatnya konsumsi masyarakat, tetapi mereka juga menghadapi tekanan persaingan yang kian ketat. Hal ini menjadi sorotan utama dalam Business Talk bertajuk “Unlocking UMKM Potential: Kolaborasi Pemerintah, Investor, dan Koperasi untuk Mendorong Scale-Up Bisnis” yang digelar di Ballroom Hotel Mercure Medan, Rabu (10/12/2025).
Peluang di tengah konsumsi yang menguat
Kepala Dinas Koperasi dan UMKM Sumut, Naslindo Sirait, mencatat indeks kepercayaan konsumen nasional naik menjadi 124 poin, menandakan optimisme masyarakat terhadap perekonomian. Peningkatan kredit konsumsi hingga Oktober 2025 turut mendorong permintaan pada sektor makanan-minuman, rekreasi, dan perjalanan. Penjualan eceran nasional naik 3,7 persen hingga September, sementara inflasi turun menjadi 2,7 persen pada November, memberi ruang bagi daya beli tetap stabil.
“Pasar sedang tumbuh, ini saat yang tepat bagi UMKM untuk memperluas skala bisnis,” ujar Naslindo. Namun, ia mengingatkan tantangan dari produk impor dan barang ilegal, termasuk pakaian bekas, yang menekan daya saing. Selain itu, sebagian besar UMKM masih tertinggal dalam adopsi digital. “Sebanyak 76 persen UMKM belum memanfaatkan internet untuk bisnis, lebih dari separuh bahkan tidak melakukan analisis pasar,” katanya.
Naslindo menekankan pentingnya UMKM aktif di media sosial, menyajikan konten rutin, serta menyesuaikan produk dengan preferensi konsumen muda yang mengutamakan nilai lokal, cerita autentik, dan keberlanjutan. Pemerintah Provinsi Sumut pun menyiapkan empat fokus program: penguatan permodalan, kelembagaan usaha, akselerasi teknologi, dan pengembangan ekosistem kolaboratif.
Produktivitas UMKM harus ditingkatkan
Deputi Usaha Mikro Kementerian Koperasi dan UKM, M. Riza Damanik, menyoroti potensi besar Sumut: kreativitas masyarakat, kekayaan sumber daya alam, dan etos kerja. Namun, jumlah UMKM yang besar—lebih dari 56 juta pelaku di seluruh Indonesia—belum sejalan dengan produktivitas. Banyak usaha masih beroperasi dengan biaya tinggi, skala kecil, dan efisiensi rendah.
Riza mencontohkan model bisnis Krisna Oleh-Oleh di Bali, yang hanya memproduksi 20 persen barang sendiri dan menggandeng ratusan UMKM lokal untuk sisanya. Strategi itu menjaga standar mutu, memanfaatkan inovasi, dan memperluas distribusi. Ia meminta 50 UMKM binaan Pemprov Sumut meniru model ini: menjadi motor penggerak, mengangkat kapasitas ratusan usaha mikro di sekitarnya.
“Kalau ingin tumbuh, jangan kerja sendiri. Besarkan ekosistem, bukan hanya perusahaannya,” tegas Riza. Ia juga menekankan pentingnya legalitas dan sertifikasi sebagai tiket masuk pasar modern, serta arah pembiayaan yang mendukung sektor produksi, bukan hanya perdagangan.
Mindset dan kolaborasi jadi fondasi scale-up
Dari perspektif akademis, Guru Besar Ekonomi Universitas Sumatera Utara, Ritha Dalimunthe, menekankan perubahan mindset sebagai kunci transformasi UMKM. Menurut Ritha, UMKM sering terjebak pada rutinitas produksi tanpa memahami tren konsumen.
“Pelaku usaha harus berani melihat peluang lebih luas, mengeksplorasi potensi lokal, dan mengemas produk dengan inovasi serta cerita yang menarik,” ujarnya. Ritha menambahkan, digitalisasi bukan lagi pilihan, tetapi kebutuhan untuk tetap relevan, mulai dari media sosial hingga sistem pencatatan keuangan dan perencanaan produksi.
Kelompok 50 UMKM yang telah mengikuti program inkubator enam bulan diharapkan menjadi pionir, menarik ribuan usaha lain untuk naik kelas. Ritha menekankan pentingnya konsistensi: mindset berubah, operasional rapi, dan kolaborasi berjalan, maka UMKM Sumut bisa menembus pasar lebih luas.
Adaptasi dan kolaborasi adalah kunci
Keseluruhan paparan tiga narasumber menekankan satu hal: UMKM Sumut memiliki peluang besar, tetapi hanya akan terealisasi jika pelaku usaha berani berubah, mengadopsi teknologi, meningkatkan produktivitas, dan membangun kolaborasi dengan pemerintah, investor, serta sesama pelaku usaha.
Momentum ini juga menjadi pengingat bahwa scale-up bukan hanya soal menambah kapasitas produksi, melainkan membangun ekosistem yang mampu mendukung pertumbuhan berkelanjutan.
Reporter Lindung Silaban