UMKM Sumut Dinilai Kaya Potensi tapi Rendah Produktivitas, Kemenkop Minta Pelaku Usaha Berhenti Jalan Sendiri

Bagikan Artikel

Medan, Bonarinews.com.— Deputi Usaha Mikro Kementerian Koperasi dan UKM, M. Riza Damanik, menilai Sumatera Utara memiliki modal besar untuk melahirkan pelaku usaha unggul, namun masih menghadapi persoalan mendasar berupa rendahnya produktivitas dan minimnya kolaborasi antarpelaku usaha. Hal itu ia sampaikan dalam Business Talk bertema “Unlocking UMKM Potential: Kolaborasi Pemerintah, Investor, dan Koperasi untuk Mendorong Scale-Up Bisnis” di Ballroom Hotel Mercure Medan, Rabu (10/12).

Riza menyebut Sumut memiliki tiga modal kuat: kreativitas, kekayaan sumber daya alam, dan etos kerja masyarakatnya. Namun, potensi tersebut tidak otomatis menghasilkan daya saing apabila pelaku UMKM tidak berani berinovasi. Ia menyinggung pengalaman Korea Selatan, yang mendorong generasi mudanya terus berinovasi karena stagnasi dianggap lebih berbahaya daripada krisis ekonomi. “Yang ditakutkan mereka bukan kekurangan uang atau bencana, tetapi ketika anak-anak mudanya berhenti berinovasi,” ujarnya.

Menurut Riza, Indonesia memiliki lebih dari 56 juta pelaku UMKM—jauh lebih besar dari Thailand, Malaysia, maupun Vietnam. Namun, besarnya populasi tidak berbanding lurus dengan produktivitas. Banyak UMKM masih beroperasi dengan biaya produksi tinggi, skala kecil, dan efisiensi rendah. “Kita besar secara jumlah, tetapi belum kuat secara produktivitas,” kata Riza.

Ia mencontohkan model bisnis Krisna Oleh-Oleh di Bali, yang hanya memproduksi 20 persen barangnya sendiri, sementara sisanya berasal dari ratusan UMKM lokal. Krisna fokus pada standar mutu, inovasi, dan riset tren pasar, sehingga mampu memperluas distribusi ke berbagai provinsi. “Pelajaran pentingnya: tidak ada orang besar yang bekerja sendiri,” tegas Riza.

Ia meminta 50 UMKM terpilih peserta program Pemprov Sumut meniru model tersebut dengan menjadi agregator yang mampu menaikkan kualitas dan kapasitas ratusan usaha mikro di sekitarnya. “Kalau mau besar, jangan produksi semua sendiri. Besarkan ekosistemnya, bukan hanya perusahaannya,” katanya.

Riza juga menekankan pentingnya memilih sektor unggulan agar program pemerintah tidak terpecah dan berjalan setengah-setengah. Tahun ini, pemerintah pusat menetapkan prioritas pada sektor produksi dengan target 60 persen penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR). Hingga November, realisasi KUR mencapai 255 triliun dari total plafon 284 triliun. “Tahun depan kami ingin tingkatkan lagi porsi untuk sektor produksi. Ini penting untuk menambah nilai tambah dan lapangan kerja,” jelasnya.

Ia menyoroti penyaluran KUR di Kota Medan yang mayoritas masuk ke sektor perdagangan. Menurutnya, perlu ada pergeseran agar pembiayaan juga mendorong tumbuhnya sektor pengolahan dan produksi di daerah. “Skema pembiayaan bisa mengubah struktur ekonomi daerah kalau diarahkan dengan benar,” ujarnya.

Selain pembiayaan, Riza mengingatkan pentingnya legalitas usaha sebagai syarat masuk ke pasar modern. Nomor induk berusaha, sertifikasi BPOM, hingga standar kebersihan dan keamanan pangan kini menjadi kebutuhan dasar, bukan lagi sekadar administrasi. “Kalau mau masuk pasar besar, legalitas itu bukan pilihan. Itu tiket masuk,” tegasnya.

Riza menutup paparannya dengan ajakan memperkuat koordinasi antara pemerintah daerah, lembaga pembiayaan, dan pelaku UMKM. Menurutnya, data UMKM di daerah harus terus diperbarui agar program nasional dapat tepat sasaran. “Kalau datanya tidak masuk, UMKM kita tidak terlihat, dan akhirnya tidak tersentuh pembiayaan,” katanya.

Ia berharap kolaborasi yang dibangun Pemprov Sumut menjadi momentum memperbaiki kualitas UMKM dan mendorong lebih banyak usaha naik kelas. “Potensinya besar, tinggal keberanian kita untuk berinovasi dan bekerja bersama,” ujarnya. (Redaksi)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *