Oleh Dedy Hutajulu
Di balik kejayaannya sebagai atlet kickboxing, Seni Beladiri Campuran atau Mix Martial Art (MMA), dan Wushu Sanda, Toni Kristian Hutapea menyimpan kisah inspiratif tentang perjuangan dan keteguhan hati.
Perjalanan karirnya sebagai atlet tak selalu mudah; masa kecilnya penuh tantangan. Semasa anak-anak hingga remaja ia kerap dirundung oleh teman-teman sekampungnya di Balige.
Toni adalah seorang pria sederhana. Lahir dan besar di Kabupaten Toba. Mereka kemudian pindah ke Kota Balige, dengan mengontrak rumah. “Waktu masih kecil, saya dan abang saya sering dibully, karena dianggap sebagai pendatang. Kami dipukuli, kadang dikeroyok, dan juga diejek hanya karena kami pendatang,” ujarnya, Kamis 18 Juli 2024.
Toni baru pulang dari Kamboja. Setelah mendarat di Bandara Kualanamu, ia meluncurkan ke Medan dan langsung menuju kampus Unimed. Mengenakan jaket atlet, dan tas ransel di punggung, ia menyapa dengan wajah penuh semangat. Kami bertemu dengannya di ruang Humas, gedung Biro Rektor, Unimed.
Toni bercerita panjang lebar tentang masa kecilnya yang kerap dirundung, dan itu menjadi pemicu baginya untuk mengenal dunia seni bela diri.
Sejak dibangku kelas 6 SD, Ia dan abangnya akhirnya memutuskan untuk belajar karate. Mereka belajar seni ketangkasan bela diri ke Perguruan Karate Kala Hitam Kyokushin Kaikan. Salah satu perguruan karate yang terkenal di kota Balige.
Pengalaman pahit kerap dirundung itu justru memacu semangat Toni dan abangnya untuk berlatih lebih keras. Setelah berlatih beberapa kali dan merasa cukup terampil, Toni pun semakin percaya diri.

Suatu ketika anak-anak sekampungnya hendak mengeroyoknya lagi, Toni tidak tinggal diam. Ia melawan. Dengan kekuatan dan ketangkasan seni bela diri yang Ia pelajari, para tukang rundung itu pun diberi pelajaran sampai salah satu anak yang merundungnya itu babak belur dan harus dirawat ke rumah sakit.
Sebagai anak kecil, Toni tidak berpikir panjang saat menghajar anak-anak tukang rundung itu. Sebagai akibatnya, keluarga Toni harus angkat kaki dari Balige. Toni dan keluarganya kemudian pindah ke Laguboti. Disanakah Ia menghabiskan masa remajanya hingga tamat SMA.
Meski sudah sampai terusir dari Balige, pengalaman itu tidak membuat Toni kapok untuk belajar karate. Justru hal itu semakin menambah semangatnya untuk terus rajin berlatih beladiri.
Sejak 2015, Toni mendalami berbagai cabang bela diri seperti karate, lari marathon, dan renang. Meskipun sering kalah dalam kompetisi karate selama delapan tahun, semangatnya tak pernah padam.
Saat duduk di SMA Negeri 1 Laguboti, Toni tergabung dalam kelas unggulan. Saat Ia masih SMA, Ada saudaranya yang kuliah di Unimed, jurusan olahraga. Namanya Adi. Toni sangat mengidolakan Adi, karena bisa kuliah dan tetap menjadi atlet. Toni pun memutuskan untuk mengikuti jejak Adi, ingin bisa kuliah dan menjadi atlet.
Setamat SMA, Toni mencoba peruntungannya, ia mengikuti jalur seleksi untuk masuk Perguruan Tinggi Negeri. Tekadnya adalah kuliah di Buruan Olahraga Unimed, dan alhasil targetnya tercapai.
Sayangnya tahun pertama dia berkuliah, dunia tengah dilanda pandemi COVID-19. Pemerintah menerapkan pembatasan aktivitas untuk menangkal penyebarluasan virus corona. Pembatasan aktivitas itu turut berdampak pada kegiatan perkuliahan dan jadwal latihan Toni. Ia sempat dilanda kebingungan kemana Ia harus berlatih selama masa darurat COVID-19.
Dewi Fortuna masih berpihak padanya. Toni akhirnya bisa tetap berlatih setelah menemukan sasana yang tepat yaitu Sasana R12 Fighting Champ, Medan, atas rekomendasi Rosa Simanjuntak, seorang atlet Wushu asal Sumut.
Di Sasana R12, Toni berlatih MMA, boxing, kickboxing, dan muay thai di bawah bimbingan pelatih Icen Sadarmawati Simbolon, seorang atlet juara tinju PON 2008. Tak hanya menemukan Sasana dan coach yang cocok, Toni juga bersua dengan banyak atlet inspiratif di sana, termasuk Bona Nainggolan, yang memberinya banyak nasihat berharga. Bona sendiri kini berkarir sebagai polisi.

Karir Toni mulai bersinar ketika ia meraih juara satu di Kejurda Medan pada 2021 dan 2022, lalu meraih juara dua di Kejurnas Batam 2022. Puncak prestasinya adalah juara satu di Asia Championship Kickboxing di Bangkok dan Sea Games Kamboja 2023. Di kancah MMA, Toni meraih juara dua di Asia MMA 2024 di Kamboja dan juara tiga di Asia MMA 2023 di Thailand.
Keberhasilan Toni telah membawa kebanggaan bagi dirinya dan keluarganya. Presiden Jokowi memberinya bonus berupa uang Rp 550 juta, sebagai atlet berprestasi dan telah mengharumkan nama Indonesia di mata dunia.
Dari bonus yang diperolehnya, Toni mampu membantu biaya operasi ayahnya yang menderita tumor di leher, serta membeli rumah dan mobil. Bahkan, Kapolri Jenderal Listyo Sigit sempat menawarinya untuk masuk polisi tanpa tes. Tetapi dia tolak karena saat itu dia menghadapi situasi yang dilematis.
“Waktu itu, ayah saya harus segera dioperasi, situasinya urgen. Sementara jika saya terima tawaran Bapak Kapolri, hari itu saya harus langsung menjalani masa pelatihan selama enam bulan. Saya pikir, menyelamatkan ayah saya jauh lebih penting, apalagi saat itu sudah ada uang hadiah dari Presiden, Pak Jokowi, yang saya kira cukup untuk biaya pengobatan ayah saya,” jelas pria yang tinggal di Jalan Pancing, Medan Estate itu.
Toni mengakui, tawaran Kapolri yang memberinya kesempatan untuk masuk polisi seperti durian runtuh. Apalagi, sejak kecil ia sangat mengimpikan bisa mengabdi pada negara entah sebagai kopassus atau jadi polisi. Namun kesempatan untuk mewujudkan impian yang sudah di depan mata itu harus ia tolak. “Kadang memang harus ada yang kita korbankan, demi keluarga tercinta,” ungkapnya.
Meski sibuk dengan berbagai kompetisi, Toni tetap menjaga prestasi akademisnya di Unimed. Dukungan kampus yang memberikan kompensasi bagi atlet berprestasi sangat berarti baginya.
Toni bercita-cita kelak bisa mengikuti kompetisi selevel Olimpiade atau Asian Games. Selain itu, impian lainnya yang ingin dia wujudkan adalah membuka sasana di Medan sebagai tempat berlatih bagi atlet-altet muda Sumatra Utara. “Terus terang, saya juga kepingin menjadi pelatih,” imbuhnya.
Di balik semua pencapaian tersebut, Toni tak lupa berterima kasih kepada pelatihnya, Icen, yang keras, tegas, dan selalu mendukung atlet-atletnya. Semangat pantang menyerah Toni Kristian Hutapea adalah bukti bahwa dengan kerja keras dan ketekunan, mimpi besar dapat tercapai.
Hidup sebagai atlet tidak hanya dipenuhi suka, tetapi juga duka. Namun, bagi Toni, setiap perjuangan adalah langkah menuju mimpi. Dari korban perundungan menjadi juara internasional, kisah Toni adalah inspirasi bagi kita semua. (#)
Kisah Toni anak perundungan sangat menyentuh hati, namun tak kalah pentingnya adalah penulis yg sangat baik dalam menuangkan cerita yg inspiratif ini. Bravo
Kisah cerita ini sangat menginspirasi saya