‘THE ERAS TOUR’ TAYLOR SWIFT, MONOPOLI DUNIA HIBURAN

Bagikan Artikel

Oleh Najwa Alya Putri, Mahasiswi Prodi Antropologi Sosial, USU

Siapa tidak kenal Taylor Swift. Ia adalah penyanyi, penulis lagu, dan aktris asal Amerika Serikat. Dia juga dikenal karena gaya musiknya yang bervariasi antara country, pop, dan rock. Kepopulerannya mulai dikenal sejak awal 2000-an melalui album debutnya yang berjudul “Taylor Swift” pada tahun 2006, yang mencakup hits seperti “Tim McGraw” dan “Teardrops on My Guitar”.

Bukan hanya itu, Taylor Swift juga terlibat dalam beberapa proyek akting dan memiliki dampak besar dalam industri hiburan. Dia dikenal karena kemampuannya menggambarkan pengalaman pribadinya dalam lirik lagunya. Itulah yang membuatnya sangat terhubung dengan penggemarnya.

The Eras Tour, merupakan sebuah perjalanan musikal menuju segala “era” Taylor Swift yang saat ini tengah berlangsung sebagai tur konser keenamnya. Tur ini, diadakan sebagai penghormatan terhadap seluruh albumnya. Konser akbar ini menjadi tur terbesar Taylor Swift dengan 151 pertunjukan di lima benua dunia.

Membuat sejarah, The Eras Tour menjadi tur pertama yang berhasil meraih pendapatan sebesar $1 miliar, menjadikannya tur dengan pendapatan tertinggi sepanjang masa. Tur internasional ini memulai penampilan perdana pada 25 Agustus 2023 di Forosol, Mexico City, Meksiko, dengan menggandeng penyanyi Sabrina Carpenter sebagai kolaborator.

Di benua Asia, Taylor Swift juga sukses menghibur penggemarnya di Singapura selama enam hari berturut-turut pada 2 hingga 9 Maret 2024. Lebih dari 300.000 penonton dari Singapura dan negara-negara tetangga turut menyaksikan penampilan dari Taylor Swift dalam konser ini. Pencapaian ini terjadi karena konser The Eras Tour di Asia Tenggara hanya diselenggarakan di Singapura saja.

Keberhasilan acara tersebut tak hanya menciptakan sorotan dalam dunia hiburan, melainkan juga memicu lonjakan permintaan terhadap akomodasi, penerbangan, dan paket wisata di sekitar tanggal konser digelar. Hotel-hotel mewah seperti Fullerton Hotels and Resorts serta Fairmont Hotel melaporkan peningkatan signifikan dalam permintaan kamar selama periode konser.

Selain itu, beragam paket mewah yang terinspirasi dari lagu-lagu hits Swift, seperti “Shake it Off” dan “Stay Stay Stay,” berhasil terjual habis dengan harga fantastis, mencapai SG$50.000 setara Rp.584,266,000. Pada aksesibilitas transportasi, maskapai penerbangan ternama seperti Singapore Airlines, Malaysia Airlines, dan Cebu Pacific mengalami peningkatan permintaan tiket penerbangan ke Singapura.

Kontingen besar penggemar Swifties dari negara-negara seperti Malaysia dan Filipina sangat siap untuk menyeberang ke Singapura demi menyaksikan penampilan konser dari sang idola, Taylor Swift.

Adanya tur konser megah Taylor Swift di Singapura tidak hanya mendapatkan sorotan positif, tetapi juga menciptakan beberapa berita negatif yang muncul dari sejumlah negara tetangga. Kabar tersebut menggema dengan tuduhan terkait monopoli konser yang dilakukan oleh pemerintah Singapura.

Beberapa negara tetangga mengeritik bahwa konser tersebut menjadi pemicu dominasi pasar hiburan musik, dan beberapa pihak menuduh Swift dan tim manajemennya melakukan praktik monopoli dalam penyelenggaraan konser.

Meskipun konser tersebut menciptakan dampak ekonomi yang baik di Singapura, namun kontroversi ini telah menciptakan pembicaraan yang intens di tingkat internasional, memperkuat perdebatan seputar dampak ekonomi dan sosial dari tur konser ini.

Lee Hsien Loong, selaku Perdana Menteri Singapura, memberikan penjelasan mengenai keputusan pemerintah Singapura untuk memberikan insentif khusus kepada Taylor Swift dalam rangka penyelenggaraan konser di negara tersebut.

Meskipun rincian insentif tambahan yang diberikan kepada tim Taylor Swift tidak diungkapkan secara detail, Lee mengonfirmasi, kebijakan ini tidak melibatkan penyelenggaraan konser di negara mana pun di kawasan ASEAN, termasuk Indonesia.

Lebih lanjut, Lee menjelaskan, langkah ini diambil sebagai upaya untuk mendukung industri pariwisata Singapura yang sempat mengalami penurunan akibat dampak pandemik COVID-19. Pemerintah Singapura berhasil mencapai perjanjian dengan Taylor Swift untuk menjadikan Singapura sebagai satu-satunya tempat singgah turnya di Asia Tenggara.

Lee menegaskan bahwa adanya insentif tertentu yang bersumber dari dana pemerintah bertujuan mendukung pemulihan industri pariwisata setelah terdampak pandemik. Kebijakan ini sejalan dengan strategi pemerintah Singapura untuk menjadikan negara mereka sebagai destinasi wisata unggulan di kawasan ASEAN.

Meskipun hal ini memicu kontroversi dan tuduhan terkait monopoli, Lee Hsien Loong menekankan bahwa langkah tersebut diambil dengan niat positif untuk membangkitkan sektor pariwisata dan menghidupkan kembali daya tarik Singapura di tingkat regional.

Saya berpandangan, kontroversi mengenai monopoli konser Taylor Swift di Singapura dan dampaknya pada negara-negara Asia Tenggara lainnya adalah sebuah isu yang kompleks dan dapat dilihat dari berbagai sudut pandang. Meskipun berhasil menciptakan dampak ekonomi yang signifikan di Singapura, kebijakan ini menimbulkan pertanyaan ethis dan sosial terkait keadilan dalam industri hiburan ataupun industri pariwisata di sebuah kawasan.

Perlu diakui, Taylor Swift adalah seorang artis global yang memiliki hak untuk memilih tempat konsernya. Namun, keputusan pemerintah Singapura untuk memberikan insentif khusus dan menjadikan negara mereka sebagai satu-satunya destinasi konser di Asia Tenggara memunculkan keraguan terkait fair play dalam industri musik regional.

Sangat masuk akal jika Singapura ingin mendongkrak industri pariwisatanya. Namun, mengabaikan potensi dampak negatif pada negara-negara tetangga yang kehilangan peluang dalam industri hiburan mereka sendiri menjadi sebuah catatan negatif. Kritik terhadap monopoli ini sebagian besar muncul karena penekanan pada dominasi pasar musik oleh satu negara.

Ketika sebuah konser sebesar The Eras Tour hanya diselenggarakan di Singapura, negara-negara tetangga seperti Malaysia, Filipina, dan Indonesia mungkin merasa diabaikan dan kehilangan peluang untuk mengembangkan industri hiburan mereka sendiri. Hal ini dapat menciptakan ketidaksetaraan dalam akses terhadap kesempatan bisnis dan pengembangan bakat di kawasan Asia Tenggara.

Tuduhan monopoli semakin menguat dengan adanya insentif khusus yang tidak diungkapkan secara detail tadi. Uang ternyata mampu menunjukkan diri di pentas se-kelas konser Taylor Swift. Pernyataan Perdana Menteri Singapura sangat masuk akal.

Tetapi menjadikan panggung dunia hiburan menjadi eksklusivitas justru memberikan pandangan yang mungkin akan berpengaruh pada relasi antar negara di kawasan ASEAN. Monopoli keuntungan finansial menjadi sebuah “kesan” yang pasti akan memengaruhi relasi dan dinamika hubungan antara negara ke depannya. (#)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *