Medan, Bonarinews.com — Konferensi Cabang (Konfercab) VI DPC PDI Perjuangan Kota Medan yang digelar di Kabupaten Samosir pada Jumat, 12 Desember 2025, masih menyisakan polemik di internal partai. Dinamika mencuat setelah pelaksanaan konfercab dinilai tidak sepenuhnya sejalan dengan surat keputusan Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDI Perjuangan.
Dalam Konfercab tersebut, DPD PDI Perjuangan Sumatera Utara membacakan surat keputusan yang telah ditandatangani Ketua Umum Megawati Soekarnoputri dan Sekretaris Jenderal Hasto Kristiyanto. SK itu menetapkan tiga nama sebagai fungsionaris DPC PDI Perjuangan Medan periode 2025–2030, yakni Hasyim sebagai ketua, serta Robi Barus dan David Roni Sinaga sebagai personalia.
Namun, dalam pelaksanaannya, Ketua DPC terpilih Hasyim tidak membacakan atau menetapkan posisi sekretaris dan bendahara sebagaimana tercantum dalam SK tersebut. Kondisi ini memicu kegaduhan dan kritik dari sejumlah kader serta tokoh senior partai.
Tokoh senior PDI Perjuangan Sumatera Utara, Taufan Agung Ginting, angkat bicara menanggapi situasi tersebut. Mantan fungsionaris DPD PDI Perjuangan Sumut sekaligus mantan anggota DPRD Sumut itu menilai langkah Hasyim sebagai bentuk pelanggaran serius terhadap keputusan partai.
Menurut Taufan, SK DPP yang dibacakan merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipilah-pilah. Ketiga nama yang tercantum di dalamnya harus dijalankan sebagaimana mandat Ketua Umum.
“Hasyim keliru besar. Nama Robi Barus dan David Roni Sinaga disebutkan jelas dalam SK yang ditandatangani Ketua Umum dan Sekjen. Tidak menjalankannya berarti mengabaikan perintah partai,” ujar Taufan, Minggu, 14 Desember 2025.
Ia menegaskan, keputusan DPP bersifat final dan mengikat. Mengubah atau mengabaikannya tanpa mekanisme resmi merupakan pelanggaran terhadap aturan dan disiplin partai.
Selain itu, Taufan juga menyoroti masuknya sejumlah nama dalam struktur kepengurusan yang dinilai bermasalah. Ia menyebut ada pengurus yang diduga memiliki keterkaitan dengan organisasi sayap partai politik lain, yang menurutnya bertentangan dengan ideologi dan aturan internal PDI Perjuangan.
Tak hanya itu, Taufan menilai gaya kepemimpinan Hasyim cenderung tidak inklusif. Ia mengkritik dugaan upaya menyingkirkan kader-kader lama yang selama ini aktif dan memiliki kapasitas di partai.
“Cara berpolitik seperti ini mengingatkan pada gaya lama sebelum reformasi. Tidak akomodatif, tidak aspiratif, dan justru memicu perpecahan,” katanya.
Taufan juga mengingatkan sejarah awal keterlibatan Hasyim di PDI Perjuangan. Ia menyebut dirinya bersama almarhum Alexander Toreh pernah membantu proses Hasyim menjadi kader partai hingga terpilih sebagai anggota DPRD Medan dan kemudian menjabat Bendahara DPC.
“Jangan lupakan sejarah. PDI Perjuangan dibesarkan oleh banyak kader, bukan oleh satu kelompok atau satu orang,” ucapnya.
Menurut Taufan, perubahan sikap Hasyim setelah menduduki posisi ketua terlihat sangat mencolok. Ia menilai kepemimpinan yang arogan dan tertutup justru bertentangan dengan nilai gotong royong yang menjadi roh PDI Perjuangan.
Di akhir pernyataannya, Taufan meminta Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri untuk turun tangan menyikapi polemik tersebut. Ia berharap DPP memberikan sanksi tegas atas dugaan pelanggaran yang terjadi demi menjaga marwah dan disiplin partai.
“PDI Perjuangan adalah milik seluruh kader. Saya memohon kepada Ibu Ketua Umum untuk menegakkan aturan dan keadilan di tubuh partai,” tutup Taufan. (Rilis/Redaksi)