Paluta, Bonarinews.com — Kekhawatiran akan ancaman bencana ekologis membuat Forum Masyarakat Peduli Nagasaribu (MPN) melaporkan dugaan pembalakan liar di kawasan hutan tanah adat Nagasaribu, Kecamatan Padang Bolak Tenggara, Kabupaten Padang Lawas Utara. Laporan tersebut dikirim ke Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (PKH) Kementerian Kehutanan RI.
Ketua MPN, Indra Gusti Oloan Siregar, dalam rilis pers yang diterima wartawan, Kamis (11/12/2025), menyebut pembalakan liar itu diduga dilakukan oknum tertentu dengan menggunakan alat berat seperti excavator dan dozer. Lebih dari 200 hektare hutan adat disebut telah dibuka, bahkan sebagian sudah ditanami kelapa sawit.
Surat pengaduan itu juga ditembuskan kepada Kapolres Tapanuli Selatan, Kapolda Sumatera Utara, WALHI, dan instansi terkait lainnya. Sedikitnya 365 warga Nagasaribu menandatangani petisi penolakan tersebut.
Enam Tuntutan Masyarakat Nagasaribu
Dalam laporannya, MPN menyampaikan enam poin keberatan dan permintaan tindakan tegas:
Pertama, masyarakat Nagasaribu menegaskan bahwa hutan yang dibalak adalah tanah hak ulayat yang telah mereka kuasai secara turun-temurun. Pengelolaan kawasan ini diatur oleh norma adat yang menjaga keseimbangan alam.
Kedua, kawasan hutan ulayat selama ini dikelola secara ketat dan selektif dengan mempertimbangkan kelestarian lingkungan. Hutan tersebut menjadi bagian penting dari kehidupan dan keberlanjutan masyarakat adat Nagasaribu.
Ketiga, pembukaan lahan secara ilegal disebut dilakukan dengan alat berat. Luas area yang rusak diperkirakan mencapai 200 hektare. Diduga, aktivitas itu bertujuan mengubah fungsi hutan menjadi kebun sawit oleh pihak yang tidak memiliki hak.
Keempat, masyarakat khawatir penggundulan hutan akan memicu bencana ekologis seperti banjir besar dan longsor, sebagaimana yang terjadi belakangan ini di sejumlah daerah di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat.
Kelima, MPN menyatakan penolakan tegas terhadap seluruh aktivitas pembalakan liar, penguasaan tanpa hak, maupun pengalihan fungsi hutan adat.
Keenam, untuk mencegah konflik berkepanjangan dan menghindari tindakan main hakim sendiri, masyarakat meminta Satgas PKH bersama aparat penegak hukum menindak tegas para pelaku sesuai peraturan perundang-undangan.
Masyarakat Minta Negara Hadir
Indra menegaskan, laporan ini dibuat karena warga sudah merasa terancam. Selain merusak tanah adat, pembalakan liar ini dapat memicu bencana yang berdampak luas.
“Kami tidak ingin menunggu sampai musibah terjadi. Kami meminta negara hadir sebelum terlambat,” ujarnya dalam rilis tersebut.
MPN berharap pemerintah pusat dan aparat hukum segera menghentikan seluruh aktivitas ilegal di kawasan tersebut serta memulihkan fungsi hutan ulayat Nagasaribu sebelum kerusakan semakin meluas. (TH)