Medan, Bonarinews.com – Provinsi Sumatera Utara (Sumut) kini resmi menjadi provinsi ketiga di Indonesia yang menerapkan kerja sama antara pemerintah daerah dan Kejaksaan Tinggi (Kejati) terkait pelaksanaan pidana kerja sosial sebagai bentuk restorative justice (RJ). Sebelumnya, kebijakan ini telah dijalankan lebih dulu di Jawa Timur dan Jawa Barat.
Penandatanganan Perjanjian Kerja Sama (PKS) dilakukan antara Pemerintah Provinsi Sumut dan Kejati Sumut di Aula Raja Inal Siregar, Kantor Gubernur Sumut, pada Selasa (18/11/2025). Acara ini dihadiri oleh Plt. Sekretaris Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum, Undang Mugopal, serta seluruh bupati/wali kota dan kepala Kejaksaan Negeri se-Sumut.
Menurut Undang Mugopal, pidana kerja sosial bisa diterapkan untuk kasus pidana dengan ancaman hukum di bawah lima tahun. Dengan sistem ini, pelaku bisa mengganti hukuman penjara dengan bekerja sosial selama delapan jam per hari, seperti membersihkan fasilitas umum atau membantu pelayanan administrasi di desa/kelurahan.
“Pidana kerja sosial didasarkan pada putusan pengadilan, diawasi jaksa, dan dibimbing oleh pembimbing kemasyarakatan. Ini tidak boleh dikomersialkan, dan pelaksanaannya harus sesuai dengan kemampuan pelaku,” ujar Undang.
Ia menambahkan, sistem ini diprioritaskan bagi pelaku yang berusia lanjut, baru pertama kali melakukan tindak pidana, atau sudah mengganti kerugian korban. Hingga kini, ada lebih dari 300 bentuk pekerjaan sosial yang bisa diterapkan.
Gubernur Sumut, Muhammad Bobby Afif Nasution, menyambut baik langkah ini. Menurutnya, restorative justice adalah salah satu program unggulan yang sudah ia gaungkan sejak masa kampanye, dan kini masuk ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD).
“Restorative justice ini bukan hanya soal menyelesaikan perkara, tapi juga bagaimana menegakkan keadilan yang manusiawi. Kita tahu, kalau semua dipenjara, lapas bisa penuh dan tidak semua akan mendapatkan keadilan yang layak,” tegas Bobby.
Bobby meminta seluruh kepala daerah di Sumut segera menindaklanjuti program ini, termasuk membentuk mekanisme insentif bagi pelaku yang menjalani pidana kerja sosial, sesuai ketentuan yang berlaku.
Kepala Kejati Sumut, Harli Siregar, menegaskan komitmen jajarannya dalam pelaksanaan RJ. Ia menyebut, metode ini adalah bagian dari penegakan hukum yang lebih inklusif, menekankan perdamaian dan pemulihan keadaan, bukan sekadar hukuman.
“Mari kita wujudkan hukum yang tegas, tapi tetap humanis. Kami butuh dukungan pemerintah daerah dalam membentuk tim teknis, menyusun SOP, serta memastikan pengawasan pelaksanaan,” ujar Harli.
Acara ini juga menjadi momentum penandatanganan kerja sama antara seluruh bupati/wali kota dengan kepala Kejari di Sumatera Utara, sebagai langkah konkret penerapan pidana kerja sosial di daerah masing-masing. (Redaksi)