Protes Besar-Besaran Melawan Rasisme di Inggris Pasca Kerusuhan Ekstrim Kanan

Bagikan Artikel

London, Bonarinews.com — Inggris mengalami protes besar-besaran hari ini setelah ketidakstabilan yang dipicu oleh kelompok ekstrim kanan gagal terwujud. Ribuan warga dan aparat keamanan berkerumun di berbagai sudut negeri untuk menanggapi ancaman aksi kekerasan yang ternyata tidak terjadi, menyusul serangkaian serangan rasial yang menargetkan komunitas Muslim dan migran.

Kerusuhan ini bermula dari tragedi pembunuhan tiga gadis muda dalam serangan pisau di Southport, sebuah kota pesisir di Inggris utara. Insiden tersebut menyebar secara viral dengan informasi salah di media sosial yang keliru menyebut pelaku sebagai migran Islamis.

Menanggapi kabar bahwa kelompok ekstrim kanan berencana menyerang pusat imigrasi, tempat dukungan migran, dan firma hukum yang mendukung pengungsi, banyak bisnis memutuskan untuk tutup lebih awal dan melindungi jendela mereka dengan papan kayu. Ribuan polisi kemudian dikerahkan ke kota-kota seperti London, Bristol, Birmingham, Liverpool, dan Hastings, di mana para pengunjuk rasa menyuarakan penolakan terhadap rasisme dengan spanduk bertuliskan “Perangi Rasisme”, “Hentikan Ekstrim Kanan”, dan “Kami Tukar Rasis dengan Pengungsi”.

Peserta protes merupakan campuran beragam kelompok, termasuk komunitas Muslim, kelompok anti-rasisme dan anti-fasis, serikat pekerja, organisasi kiri, serta warga lokal yang terpukul oleh kekerasan yang melanda negara.

Hingga malam hari, situasi relatif terkendali dengan hanya laporan kecil tentang kerusuhan di Croydon, London selatan, di mana sekitar 50 orang terlibat dalam pelemparan botol.

Kapasitas Penjara Diperluas untuk Mengatasi Kerusuhan

Sebagai respons terhadap kerusuhan yang berkepanjangan, pemerintah Inggris meningkatkan kapasitas penjara untuk mengakomodasi para pelaku kekerasan. Kerusuhan ini memicu peringatan dari berbagai negara mengenai potensi bahaya bepergian ke Inggris.

Kerusuhan meluas setelah berita palsu tentang pembunuhan tiga gadis di Southport. Pengunjuk rasa menargetkan masjid dan hotel yang menampung pengungsi dari Afrika dan Timur Tengah dengan kekerasan yang jarang terjadi di Inggris selama 13 tahun terakhir.

Sejumlah masjid dilempari batu, dan video yang beredar menunjukkan kekerasan terhadap minoritas etnis, sementara satu pria terlihat dengan tato swastika di punggungnya pada protes di Sunderland. Menteri Kehakiman Shabana Mahmood menegaskan bahwa pihak berwenang siap memberikan hukuman tegas bagi mereka yang terlibat dalam kekerasan.

Menteri Dalam Negeri Yvette Cooper juga menegaskan bahwa akan ada pertanggungjawaban penuh untuk pelaku kekerasan, menekankan peran media sosial dalam memperburuk situasi.

Tindakan Pemerintah dan Respon Internasional

Menanggapi krisis ini, pemerintah Inggris telah menambah 6.000 petugas polisi khusus untuk menangani kerusuhan yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam lebih dari satu dekade. Beberapa pelaku kekerasan telah muncul di pengadilan dengan beberapa mengaku bersalah.

Seorang pria berusia 19 tahun menerima hukuman penjara dua bulan, sementara individu lain dihukum setelah mengakui penyerangan terhadap polisi di luar hotel pengungsi di Rotherham.

Kekacauan ini mendorong negara-negara seperti India, Australia, dan Nigeria untuk mengeluarkan peringatan kepada warganya tentang potensi risiko di Inggris.

Saminata Bangura, seorang pekerja dukungan berusia 52 tahun di Liverpool, menyatakan rasa takutnya setelah pindah dari Sierra Leone. Ia mengungkapkan bahwa meskipun sebelumnya merasa diterima di Inggris, kini ia merasa terancam dan lebih memilih untuk tetap berada di rumah.

Di Birmingham, video menunjukkan pria Asia berkumpul dengan bendera Palestina setelah rumor bahwa pengunjuk rasa anti-Muslim mungkin menargetkan wilayah tersebut.

Dalam survei terbaru, tiga perempat responden mengatakan bahwa para perusuh tidak mewakili pandangan masyarakat Inggris secara keseluruhan, dengan hanya tujuh persen yang mendukung kekerasan tersebut.

Proses Hukum Berlanjut di Tengah Ketegangan

Saat kerusuhan mereda, pemerintah Inggris bersiap untuk menangani lebih banyak kasus. Dengan penambahan kapasitas penjara dan pengerahan 6.000 polisi, Inggris berusaha memulihkan ketertiban dan memastikan keamanan di seluruh negeri. Para pelaku kekerasan diadili, sementara masyarakat berharap ketegangan ini segera berakhir dan keamanan kembali pulih di lingkungan mereka.

Penulis: Priskila Theodora

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *