TAPANULI SELATAN, Bonarinews.com — Pemulihan pascabencana tidak selalu diukur dari berdirinya kembali rumah atau pulihnya infrastruktur. Di Kebun Hapesong, Batangtoru, upaya pemulihan justru dimulai dari sesuatu yang lebih sunyi: penyembuhan luka batin warga terdampak banjir. Senin, 22 Desember 2025, Sub Holding PTPN III (Persero), PTPN IV PalmCo meresmikan Pondok Rangkul, ruang pemulihan trauma berbasis komunitas.
Pondok sederhana itu berdiri di tengah kawasan perkebunan. Namun kehadirannya segera menyatu dengan kehidupan warga. Anak-anak kembali berlarian dan tertawa, para ibu duduk berkelompok saling berbagi cerita, sementara keluarga menemukan ruang aman untuk saling menguatkan setelah masa sulit yang mereka lewati.
Direktur Utama PTPN IV PalmCo Jatmiko K. Santosa mengatakan, pengalaman bencana menunjukkan bahwa bantuan fisik saja tidak pernah cukup. Ada aspek lain yang kerap terabaikan, yakni pemulihan mental dan emosional masyarakat.
Menurut Jatmiko, Pondok Rangkul dirancang sebagai ruang bersama untuk bertumbuh dan saling menguatkan. Pemulihan pascabencana, kata dia, harus menyentuh keutuhan manusia, bukan semata bangunan dan infrastruktur. Karena itu, pendekatan psikososial menjadi bagian dari tanggung jawab kemanusiaan perusahaan dan tidak dimaksudkan sebagai program sesaat.
Pendekatan tersebut dijalankan bersama Yayasan Pulih, lembaga yang berpengalaman dalam pendampingan psikososial pascabencana. Direktur Yayasan Pulih, psikolog Livia Istania DF Iskandar, menjelaskan bahwa Pondok Rangkul menjadi ruang ramah bagi warga untuk memulihkan diri secara perlahan dan berkelanjutan.
Ia menuturkan bahwa pemulihan mental, emosi, dan jiwa membutuhkan waktu. Dalam ruang yang aman, anak-anak dan orang tua dapat mengekspresikan perasaan, membangun kembali rasa aman, serta memperkuat ketahanan psikologis. Program yang dijalankan meliputi psychological first aid, pemulihan trauma anak, pendampingan ibu dan keluarga, ruang bermain edukatif, hingga sesi pemulihan berbasis komunitas yang direncanakan berlangsung selama enam bulan.
Peluncuran Pondok Rangkul diawali dengan peninjauan Direktur Utama PalmCo ke sejumlah fasilitas pendukung pengungsian, seperti mushala yang difungsikan sebagai ruang aman, klinik darurat, posko tanggap bencana, dan dapur umum. Peninjauan itu dilakukan untuk memastikan kebutuhan dasar warga tetap terpenuhi seiring dimulainya fase pemulihan.
Direktur Fasilitasi Penanganan Korban dan Pengungsi BNPB Nelwan Harahap mengapresiasi kolaborasi antara dunia usaha dan lembaga profesional dalam program tersebut. Menurut dia, penanganan bencana tidak boleh berhenti pada fase darurat, tetapi harus berlanjut hingga pemulihan sosial dan mental masyarakat.
Apresiasi juga datang dari tingkat desa. Kepala Desa Lobu Uhom menilai kehadiran Pondok Rangkul membawa dampak nyata bagi warganya. Ia menyebut anak-anak kembali tersenyum, para ibu merasa didengar, dan masyarakat memiliki ruang untuk saling menguatkan.
Nuansa pemulihan kian terasa ketika peresmian Pondok Rangkul dirangkaikan dengan peringatan Hari Ibu. Dalam suasana dialog yang hangat, Jatmiko berbincang dengan para ibu dan anak-anak tentang pengalaman mereka melewati masa bencana. Lebih dari 200 anak hadir dalam kegiatan tersebut dan mengikuti berbagai aktivitas yang dirancang untuk menumbuhkan kembali rasa aman dan kebahagiaan.
Menutup rangkaian acara, Jatmiko berharap Pondok Rangkul menjadi titik awal kebangkitan kehidupan warga Batangtoru. Ruang itu, kata dia, menjadi simbol bahwa tidak ada warga yang sendirian menghadapi masa sulit.
Di tengah luka akibat bencana, Pondok Rangkul mengingatkan bahwa pemulihan sejati juga tumbuh dari perhatian, empati, dan keberpihakan pada ketahanan manusia—terutama ibu dan anak yang kerap menjadi penopang keluarga di masa krisis. (Agung)