Bonarinews.com, Jakarta – Konflik antara Ferry Irwandi, CEO Malaka Project sekaligus kreator konten, dengan Tentara Nasional Indonesia (TNI) memanas dalam beberapa hari terakhir.
TNI, melalui beberapa perwira tinggi termasuk Dansat Siber TNI Brigjen Juinta Omboh Sembiring, melakukan konsultasi hukum ke Polda Metro Jaya terkait dugaan tindak pidana yang dilakukan oleh Ferry Irwandi. Dugaan ini berdasarkan temuan patroli siber TNI yang menyebutkan ada fakta-fakta terkait pernyataan Ferry yang berpotensi mencemarkan nama baik dan mengganggu kehormatan prajurit TNI.
TNI menilai pernyataan Ferry Irwandi tidak hanya bersifat kritik, tetapi juga berisi unsur provokatif, fitnah, disinformasi, dan dapat memecah belah persatuan nasional serta mengadu domba antara masyarakat dengan aparat termasuk TNI dan Polri. Kepala Pusat Penerangan TNI Brigjen Freddy Ardianzah menekankan, tindakan tersebut dapat merusak citra dan martabat institusi militer.
Namun, rencana pelaporan pencemaran nama baik yang hendak dilakukan TNI terhadap Ferry Irwandi terganjal oleh putusan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan, institusi tidak berhak mengajukan laporan pencemaran nama baik, melainkan hanya individu yang dapat melapor secara hukum. Hal ini memperumit proses hukum yang akan ditempuh TNI.
Sementara itu, Koalisi Masyarakat Sipil mengutuk upaya kriminalisasi terhadap Ferry Irwandi. Mereka menilai tindakan TNI dapat menjadi ancaman bagi kebebasan berekspresi dan demokrasi di Indonesia. Koalisi juga menilai keterlibatan TNI dalam pengawasan ruang siber memperkuat gejala militerisasi dalam ranah digital.
Kasus ini bermula ketika Ferry Irwandi menunjukkan sebuah video dalam salah satu diskusi televisi nasional yang diduga menampilkan keterlibatan oknum TNI dalam peristiwa kerusuhan. Video ini memicu kontroversi dan menjadi dasar tuduhan dari TNI terhadap Ferry. Namun, sejumlah pihak termasuk purnawirawan TNI membantah interpretasi video tersebut.
Hingga kini, nomor ponsel Ferry Irwandi disebut tidak aktif ketika TNI mencoba menghubunginya untuk klarifikasi, dan proses hukum terhadap kasus ini masih dalam tahap penyidikan lebih lanjut.
Situasi ini menimbulkan perdebatan luas mengenai batasan kebebasan berpendapat dan kewenangan institusi militer dalam menindak kritik, serta bagaimana demokrasi dan penegakan hukum di Indonesia akan berjalan ke depan di tengah polemik ini.