Pembeli Sah Lahan Lampu Merah Oesapa Gugat Eksekusi: “Kami Sudah Bangun, Tapi Mau Digusur”

Bagikan Artikel

Bonarinews.com, Kupang – Sengketa tanah di kawasan strategis Lampu Merah Oesapa, Kota Kupang, kembali mencuat ke permukaan. Kali ini, Agustinus Fanggi, warga yang mengaku sebagai pembeli sah lahan di Jalan Adi Sucipto, melawan balik upaya eksekusi yang dilakukan pengadilan. Melalui kuasa hukumnya, Andre Lado, S.H., Agustinus resmi mengajukan gugatan perlawanan eksekusi di Pengadilan Negeri Kupang.

Lahan seluas 535 meter persegi itu berdiri di lokasi yang kini menjadi salah satu titik paling ramai lalu lintas di Kota Kupang. Berdasarkan dokumen kepemilikan, tanah tersebut tercatat dalam Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor 2287/Oesapa. Agustinus mengaku membeli lahan itu dari Paulus Kou pada tahun 2007 dengan harga Rp350 juta.

“Klien saya membeli tanah itu dengan itikad baik. Pembayaran dilakukan dua kali, Rp25 juta tahun 2007 dan Rp25 juta lagi pada 2008. Ia siap melunasi sisanya Rp300 juta asalkan sertifikat dibawa ke notaris untuk penandatanganan akta jual beli,” jelas Andre Lado saat ditemui di Kupang, Senin (13/10/2025).

Namun, meski pembayaran telah berjalan dan sebagian bangunan berdiri di atasnya, sertifikat tanah tak kunjung diserahkan oleh pihak penjual. Situasi makin rumit ketika pada 4 Agustus 2025, pengadilan melakukan pemeriksaan lokasi untuk pelaksanaan eksekusi.

“Klien saya baru tahu tanahnya mau dieksekusi saat petugas datang ke lokasi. Dia bukan pihak dalam perkara sebelumnya, jadi kami ajukan perlawanan agar eksekusi ditunda,” tegas Andre.

Agustinus sendiri sudah menempati lahan tersebut sejak 2017. Ia bahkan telah membangun lima unit kamar kos permanen berukuran 3×4 meter yang kini digunakan untuk keperluan pribadi dan tempat penyimpanan barang dagangan. “Tiba-tiba kami disebut menempati tanah sengketa, padahal sudah kami beli dan rawat bertahun-tahun,” ujar Agustinus dengan nada kecewa.

Dalam gugatannya, pihak Agustinus meminta agar pengadilan menyatakan jual beli dengan Paulus Kou sah secara hukum, kwitansi pembayaran diakui, dan hak atas bangunan dilindungi. Mereka juga menuntut agar eksekusi terhadap tanah ditangguhkan hingga ada keputusan berkekuatan hukum tetap.

Kuasa hukum juga mengacu pada Yurisprudensi Mahkamah Agung Nomor 126K/Sip/1976 dan 1248 K/Pid/2019 yang menegaskan bahwa jual beli tetap sah meski akta belum dibuat, selama syarat-syaratnya terpenuhi.

Kasus ini menarik perhatian publik karena lokasi tanah yang berada di titik strategis, dekat simpang padat Lampu Merah Oesapa—area yang kini berkembang menjadi pusat pertokoan dan bisnis baru. Pihak Agustinus berharap majelis hakim memberi pertimbangan adil, agar warga yang telah beritikad baik tidak menjadi korban dari proses hukum yang mereka anggap tidak transparan.

“Ini bukan sekadar soal tanah, tapi soal keadilan bagi warga kecil yang sudah berusaha mengikuti aturan,” tutup Andre Lado. (Wuran)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *