Bonarinews.com, KUPANG – Kasus dugaan penganiayaan berat yang menimpa Arianto Blegur (30), warga Naikoten I, Kota Kupang, kembali menjadi sorotan publik. Melalui penasehat hukumnya, Andre Lado, S.H., korban mendesak Polsek Maulafa agar segera menuntaskan proses hukum yang telah berjalan sejak Agustus lalu.
Peristiwa penganiayaan tersebut dilaporkan pada Sabtu, 16 Agustus 2025, sekitar pukul 13.00 WITA, dan telah teregistrasi dengan nomor laporan STPL/89/VIII/2025/SPKT/POLSEK MAULAFA/POLRES KUPANG KOTA/POLDA NTT. Dari hasil penyelidikan, Unit Reskrim Polsek Maulafa telah menetapkan seorang tersangka berinisial JKK alias Gany, warga Maulafa, setelah gelar perkara pada 6 September 2025.
Andre Lado menjelaskan bahwa berkas perkara kini masih berada dalam status P19 akibat kekurangan administratif saat pelimpahan tahap I ke kejaksaan. “Kami terus berkoordinasi agar berkas segera lengkap dan bisa dilimpahkan ke tahap II. Keterlambatan ini berpotensi menghambat keadilan bagi korban,” ujar Andre pada Senin (20/10/2025).
Meski sempat ditawarkan penyelesaian melalui pendekatanRestorative Justice (RJ), pihak korban menolak opsi damai tersebut. “Klien saya menghormati konsep RJ, tetapi ia tegas menolak perdamaian. Itu hak hukum sekaligus hak asasinya yang dijamin undang-undang,” tegas Andre.
Ia menegaskan, sikap penolakan korban berlandaskan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, yang memberikan hak kepada korban untuk menolak perdamaian apabila tidak mencerminkan rasa keadilan.
Lebih lanjut, Andre juga mengutip Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2021 tentang Penanganan Tindak Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif, yang menyebutkan bahwa RJ tidak dapat diterapkan untuk kasus tertentu, termasuk tindak pidana berat, perkara yang berdampak luas bagi masyarakat, serta ketika korban secara tegas menolak perdamaian.
“Dalam konteks ini, penganiayaan berat sebagaimana diatur dalam Pasal 351 ayat (2) KUHP dengan ancaman pidana maksimal lima tahun, jelas membatasi penerapan RJ,” jelasnya.
Andre berharap penyidik segera menyempurnakan berkas perkara dan melimpahkannya kembali ke kejaksaan agar proses hukum dapat berjalan transparan dan akuntabel. “Kami hanya menuntut keadilan yang semestinya menjadi hak korban,” pungkasnya.
Kasus Arianto Blegur menjadi cerminan pentingnya penegakan hukum yang berpihak pada korban dan menjunjung kepastian hukum, terlebih saat ini tersangka diketahui tidak dalam penahanan karena adanya upaya penangguhan. (Redaksi)