Medan, Bonarinews.com – Kebijakan pemungutan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) kembali memicu kontroversi di tengah masyarakat. Ketua DPRD Sumatera Utara, Sutarto, dengan tegas menyoroti dampak negatif kebijakan ini terhadap buruh, petani, pekerja informal, dan rakyat kecil.
“Tapera dirancang agar semua rakyat memiliki rumah, namun kebijakan ini harus realistis dengan kemampuan masyarakat. Jangan tambah beban bagi buruh, petani, pekerja informal, dan marhaen!” ujar Sutarto, Senin (3/6/2024).
Sutarto menekankan bahwa kondisi ekonomi saat ini sangat memprihatinkan, terutama bagi buruh swasta dan pekerja kontrak yang rentan terkena PHK. “Pekerja informal seperti ojek online menghadapi penghasilan tidak menentu dan risiko tinggi,” tambahnya.
Ia mengkritik kebijakan yang menyamakan pekerja formal seperti ASN, TNI, dan Polri dengan pekerja swasta dan informal. “Bagi PNS, TNI, dan Polri, keberlanjutan dana Tapera mungkin bisa berjangka panjang karena tidak ada PHK. Tetapi untuk buruh swasta dan masyarakat umum, potensi PHK sangat tinggi dengan pendapatan cenderung konstan,” jelas Sutarto.
Data BPS 2024 menunjukkan bahwa dari 7,59 juta penduduk bekerja di Sumatera Utara, 38,27% adalah buruh atau karyawan, dan 42,42% pekerja informal, dengan 29% dari mereka bekerja di sektor pertanian. Sutarto menyarankan agar pemerintah mengkaji ulang Kredit Perumahan Rakyat (KPR) subsidi untuk masyarakat berpenghasilan rendah. “Penyaluran, biaya administrasi, dan akses KPR harus dipermudah bagi masyarakat kecil. Banyak rumah KPR subsidi dilelang karena gagal bayar,” ujarnya.
Sutarto juga menegaskan bahwa persoalan Tapera mendapat penolakan luas dari berbagai elemen pekerja. “Secara ekonomi, ini bisa menjadi beban baru bagi pekerja yang sudah terlalu banyak potongan gaji. Pemerintah sebaiknya meninjau ulang pemberlakuan Tapera,” tegasnya.
Ia berharap pemerintah tidak sembrono dalam menetapkan iuran wajib Tapera, mengingat prinsip keadilan bagi semua rakyat. “Kita tegaskan keberpihakan kepada rakyat kecil, pekerja informal, para marhaen seperti yang diungkapkan Bung Karno. Indonesia dibangun untuk semua, bukan segelintir orang,” jelas Sutarto.
Tapera, berdasarkan UU No.4 Tahun 2016 dan PP No.21 Tahun 2024, mewajibkan setiap pekerja dan pekerja mandiri untuk berkontribusi sebesar 3% dari gaji atau upah, dengan 0,5% ditanggung pemberi kerja dan 2,5% dari pekerja. Kebijakan ini viral dan memicu protes karena juga dibebankan kepada pekerja swasta dan mandiri, bukan hanya ASN seperti sebelumnya. (BN-01)