Kepedulian di Tengah Bencana

Bagikan Artikel

Oleh: Lindung Silaban

Bencana alam selalu datang membawa cerita yang tidak pernah mudah dilupakan. Dua kata—banjir dan longsor—yang beberapa waktu terakhir mewarnai banyak wilayah di Sumatera Utara, khususnya Medan dan sekitarnya, menyisakan luka bagi warga yang terdampak. Dalam hitungan jam, sebagian dari mereka kehilangan rumah, barang-barang yang dikumpulkan selama bertahun-tahun, bahkan orang-orang terkasih yang tidak sempat menyelamatkan diri.

Di tengah kerusakan itu, para korban tidak memiliki banyak pilihan selain mengungsi. Rumah yang biasanya menjadi tempat pulang dan berteduh, tiba-tiba berubah menjadi genangan air bercampur lumpur. Mereka yang bertahan hidup harus mencari tempat aman, pakaian kering, makanan, dan dukungan emosional yang sering kali tidak kalah penting dari bantuan fisik.

Namun, bencana juga kerap menghadirkan sisi lain dari manusia: kepedulian. Sifat itu tidak selalu tampak dalam kehidupan sehari-hari, tetapi justru muncul kuat ketika situasi menjadi genting.

Salah satu potret kepedulian itu terlihat di kawasan Srigunting, Desa Sei Beras Sekata dan Desa Sunggal Kanan, Kecamatan Sunggal, Deliserdang. Puluhan warga di sana terendam banjir akibat luapan Sungai Sunggal dan jebolnya tanggul air. Dalam kondisi seperti itu, warga sekitar tidak menunggu instruksi, tidak menunggu sirene bantuan, tidak menunggu siapa pun. Mereka mengambil peran masing-masing.

Gereja Kristen Protestan Indonesia (GKPI) Maranatha Srigunting langsung membuka pintunya. Gedung gereja yang biasanya digunakan untuk ibadah dan pertemuan jemaat, berubah menjadi tempat pengungsian. Tikar digelar. Dapur darurat didirikan. Jemaat datang silih berganti, membawa apa pun yang mereka punya—beras, lauk, selimut, kompor gas. Semuanya dikerjakan tanpa banyak bicara, seolah mereka tahu betul bahwa tindakan nyata lebih penting daripada sekadar simpati.

Warga lainnya ikut turun ke lokasi banjir. Ada yang membantu mengevakuasi lansia yang terjebak di rumah, ada yang membawa payung dan jaket, ada pula yang membantu memindahkan barang-barang yang masih bisa diselamatkan. Satu per satu korban ditarik ke tempat aman. Mereka yang sudah berada di pengungsian diberi makan dan minum seadanya, namun cukup untuk membuat mereka merasa tidak sendirian.

Setelah air mulai surut, kepedulian itu tidak berhenti. Warga yang rumahnya aman kembali turun ke lapangan untuk membersihkan sisa lumpur di rumah tetangga. Anak-anak muda bergotong royong mengangkat perabotan yang rusak. Ibu-ibu saling membantu mencuci pakaian yang terendam air banjir. Tidak ada yang memotret untuk konten, tidak ada yang menunggu diliput media—semua dilakukan karena merasa terpanggil.

Di balik semua itu, terlihat jelas bahwa gotong royong bukanlah sekadar kata yang kita baca di buku pelajaran. Nilai itu hidup, bergerak, dan membumi dalam tindakan nyata masyarakat. Di tengah dunia yang semakin digital, ketika percakapan publik sering terpecah oleh perbedaan, bencana justru menjadi ruang yang memperlihatkan sisi terbaik manusia.

Kita tentu berharap bencana tidak datang lagi. Namun, ketika ia datang, kita juga berharap kepedulian seperti yang ditunjukkan masyarakat Srigunting dapat menjadi contoh: bahwa kekuatan terbesar sebuah komunitas bukan terletak pada bantuan besar dari negara, melainkan pada kesediaan warga untuk saling menopang.

Mungkin inilah hikmah yang bisa dipetik dari bencana kali ini. Bahwa di balik air yang menggenangi rumah, ada aliran solidaritas yang menguatkan. Bahwa di balik gelapnya malam saat banjir, ada cahaya kemanusiaan yang tidak pernah padam. Dan bahwa di tengah kesulitan, selalu ada harapan yang bisa tumbuh dari tangan-tangan sederhana yang saling membantu.

Semoga semangat kepedulian dan gotong royong ini tidak hanya muncul ketika bencana datang, tetapi tetap hidup dalam kehidupan sehari-hari masyarakat kita. (*)

Penulis adalah penatua di gereja GKPI Maranatha Srigunting, Sunggal, juga berprofesi sebagai guru Olahraga di Kota Tebing Tinggi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *