Jakarta, Bonarinews.com – Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI baru-baru ini memaparkan informasi terbaru mengenai kasus dugaan bunuh diri dr. ‘ARL’, seorang residen Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) dari Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro (FK Undip).
Hasil investigasi yang dilakukan oleh Kemenkes telah diserahkan kepada pihak kepolisian, yang mencakup berbagai bukti terkait perundungan yang diduga dialami oleh dr. ‘ARL’.
Menurut Direktur Pelayanan Kesehatan Kemenkes, dr. Azhar Jaya, bukti-bukti yang diserahkan meliputi rekaman suara, tangkapan layar isi chat, dan dokumen lainnya yang belum dapat dirinci secara lengkap.
Meskipun pihak Undip membantah adanya temuan bullying di lingkungan Program Studi Anestesi, dr. Azhar menegaskan bahwa hal tersebut tidak mengabaikan fakta adanya perundungan.
Walaupun dr. ‘ARL’ diketahui dalam kondisi sakit, perundungan yang terjadi tetap tidak dapat diabaikan. Kondisi kesehatannya mungkin memperburuk keadaan, namun fakta perundungan yang ada tetap harus diakui. Hal ini disampaikan dr. Azhar setelah rapat kerja dengan Komisi IX DPR RI pada Kamis, 29 Agustus 2024.
Dr. Azhar juga menjelaskan rincian kondisi dr. ‘ARL’ sebelum ditemukan tewas. Ia mengungkapkan bahwa penggunaan obat-obatan yang berisiko tinggi oleh dr. ‘ARL’ menunjukkan pengetahuan dan kesadaran akan bahaya tersebut.
“Kita harus akui bahwa dr. ‘ARL’ mengetahui risiko dari obat-obatan yang digunakannya. Namun, ini bukanlah saatnya untuk menutupi fakta yang ada. Kita harus terbuka mengenai permasalahan bullying ini,” tegas dr. Azhar.
Kemenkes Buka-Bukaan Tentang Kasus Bullying di Kalangan Dokter
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin juga mengungkapkan data terbaru mengenai kasus bullying di kalangan dokter. Dalam pernyataannya, Menkes menjelaskan bahwa dr. ‘ARL’ adalah salah satu responden dalam survey kesehatan mental yang dilakukan oleh Kemenkes. Survey ini mengungkapkan bahwa dr. ‘ARL’ mengalami gangguan kesehatan mental, meskipun pada saat itu tidak mendapatkan penanganan yang memadai karena prioritas diberikan pada kasus depresi berat.
“Sayangnya, dr. ‘ARL’ yang mengalami depresi ringan tidak mendapatkan perhatian yang cukup, karena pada saat itu fokus kami adalah pada residen yang mengalami depresi berat,” kata Menkes Budi.
Lebih lanjut, Menkes mengungkapkan bahwa hasil survey menunjukkan adanya 399 dokter PPDS yang mengalami depresi, bahkan beberapa di antaranya memiliki pikiran untuk mengakhiri hidup. Kemenkes memberikan perhatian khusus pada kasus-kasus dengan tingkat depresi yang lebih berat.
Dalam rapat kerja bersama DPR Komisi IX, Menkes juga membeberkan temuan kasus bullying di rumah sakit vertikal yang dikelola oleh Kemenkes. Hingga 23 Agustus 2024, tercatat ada 234 laporan perundungan dengan mayoritas kasus terjadi di bidang penyakit dalam, bedah, dan anestesiologi.
10 Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) dengan Kasus Bullying Terbanyak
Berikut adalah 10 program pendidikan dokter spesialis (PPDS) yang mencatatkan jumlah kasus bullying terbanyak:
- Penyakit Dalam: Memimpin dengan total 44 kasus yang dilaporkan, menunjukkan prevalensi tinggi dalam bidang ini.
- Bedah: Mengikuti dengan 33 kasus, menjadikannya salah satu area dengan masalah perundungan signifikan.
- Anestesiologi: Dengan 22 kasus, menunjukkan tantangan yang dihadapi oleh spesialis anestesi.
- Bedah Plastik: Mencatat 15 kasus, menunjukkan adanya masalah perundungan di bidang ini.
- Bedah Saraf: Mengalami 13 kasus, sebanding dengan bidang mata.
- Mata: Juga dengan 13 kasus, menandakan perlunya perhatian khusus.
- Ortopedi: Dengan 11 kasus, memperlihatkan masalah yang juga signifikan.
- Obgyn: Memiliki 11 kasus, menandakan perundungan di bidang ini.
- Neurologi: Menghadapi 10 kasus, menunjukkan adanya masalah yang patut diperhatikan.
- Anak: Dengan 7 kasus, menutup daftar 10 besar dengan prevalensi terendah di antara bidang-bidang yang tercatat.
Kemenkes berkomitmen untuk terus mengawasi dan menangani masalah perundungan di lingkungan medis guna menciptakan lingkungan kerja yang lebih sehat dan mendukung kesejahteraan mental bagi para profesional medis.
Penulis: Priskila Theodora