Bonarinews.com, MEDAN — Bukan lagi sekadar isu di atas kertas, tindak pidana perdagangan orang (TPPO) kini menjadi ancaman nyata di tengah masyarakat Sumatera Utara. Di balik iming-iming pekerjaan bergaji tinggi di luar negeri, puluhan warga justru terjebak dalam eksploitasi kejam.
Melihat kenyataan ini, Polda Sumut tak ingin berpangku tangan. Dalam sebuah talk show di TVRI Sumut, Senin (13/10/2025), Kasubdit Kamneg Ditreskrimum Polda Sumut, AKBP Dr. Parulian Samosir, menegaskan langkah tegas sekaligus humanis yang diambil kepolisian: mendidik, berkolaborasi, dan menegakkan hukum tanpa kompromi.
“Selama Januari hingga Oktober 2025, kami menangani 21 kasus TPPO dengan 33 pelaku yang telah diamankan. Dari hasil operasi itu, 133 korban berhasil diselamatkan — 78 laki-laki dan 55 perempuan,” ungkapnya.
Sebagian besar korban, katanya, tergiur oleh janji manis pekerjaan di luar negeri — janji yang kemudian berubah menjadi mimpi buruk: kerja paksa, penipuan, hingga eksploitasi seksual. “Mereka dijanjikan gaji besar, tapi justru dijadikan alat eksploitasi,” ujar Parulian.
Untuk memutus rantai tipu daya itu, Polda Sumut mengedepankan edukasi sebagai benteng pertama. Para Bhabinkamtibmas kini turun langsung ke desa-desa, memberikan sosialisasi tentang bahaya dan modus baru TPPO yang banyak beredar di media sosial.
Namun, edukasi saja tidak cukup. Parulian menegaskan pentingnya kolaborasi lintas sektor. “Kami bekerja sama dengan BP2MI, Imigrasi, TNI AL, dan Dinas Sosial dalam membentuk Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan TPPO tingkat provinsi. Sinergi ini sangat penting agar pengawasan di pelabuhan tikus, perbatasan, hingga jalur udara bisa lebih efektif,” ujarnya.
Polda Sumut juga menghadapi tantangan besar di lapangan. Banyak kasus TPPO berskala internasional, di mana pelaku dan korban berada di negara berbeda serta berkomunikasi lewat platform digital yang sulit dilacak. “Meski begitu, kami tetap berkoordinasi dengan KBRI dan aparat negara tujuan untuk memulangkan korban dan menjerat pelaku utama,” jelasnya.
Dari hasil penyelidikan, Malaysia dan Kamboja menjadi negara tujuan terbanyak bagi korban asal Sumut. Modusnya pun kian canggih — dari janji pekerjaan di pabrik atau perkebunan hingga perekrutan untuk online scamming dan judi daring.
Karena itu, AKBP Parulian mengimbau masyarakat agar tidak mudah percaya pada tawaran kerja yang terdengar terlalu indah untuk jadi kenyataan. “Pastikan semua proses resmi dan legal. Jangan biarkan diri atau keluarga kita menjadi korban berikutnya,” pesannya tegas.
Dengan strategi menyeluruh — edukasi, kolaborasi, dan penegakan hukum — Polda Sumut bertekad menjadikan Sumatera Utara wilayah yang bebas dari perdagangan manusia. “Kami tidak hanya ingin menangkap pelaku, tapi juga menyelamatkan masa depan,” tutup Parulian penuh keyakinan. (Redaksi)