Sikka, Bonarinews.com – Nama Kabupaten Sikka kembali menggaung di tingkat nasional lewat torehan prestasi membanggakan dari Ilman Fariski, siswa MTs Muhammadiyah Nangahale. Dalam ajang Olimpiade Madrasah Indonesia (OMI) 2025 yang digelar di Banten, Ilman meraih medali perunggu untuk bidang Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Terpadu.
Bagi Sikka, medali ini bukan sekadar angka di atas kertas, tetapi simbol tonggak sejarah—bahwa madrasah di daerah bukan lagi sekadar pelengkap sistem pendidikan nasional, melainkan kompetitor yang mulai berbicara di ruang-ruang prestasi.
Senin (17/11/2025), Ilman disambut di Aula Kantor Kementerian Agama Kabupaten Sikka. Sambutan itu bukan hanya seremonial, tetapi refleksi atas kerja panjang, kesabaran, dan komitmen yang mulai tumbuh di lingkungan madrasah.
Madrasah Tidak Lagi di Pinggir Panggung
Kepala Kantor Kemenag Sikka, Yosef Rangga Kapodo, dalam sambutannya menegaskan bahwa capaian Ilman merupakan indikator berubahnya ekosistem pembinaan prestasi di madrasah.
“Ini bukan tentang perunggu. Ini tentang bukti bahwa madrasah kita mampu bersaing. Bahwa dari ruang-ruang sederhana, bisa tumbuh talenta yang berdaya saing nasional,” ujar Yosef.
Ia mengungkapkan, selama ini madrasah di Sikka memang tidak memiliki fasilitas mewah. Tapi di balik keterbatasan, ada energi besar—semangat guru yang gigih, tekad siswa yang kuat, dan budaya belajar yang mulai tumbuh. Semua itu menjadi fondasi utama pencapaian berkelas nasional.
Ilman: Dari Kelas Sederhana Menuju Panggung Nasional
Perjalanan Ilman tidak ditunjang fasilitas lengkap. Ruang kelas yang kerap dipakai bergantian, buku yang harus dipinjamkan bergiliran, dan ruang belajar kreatif yang perlu disiasati, menjadi kesehariannya.
Namun hal itu tak menjadi alasan untuk menyerah.
Dahlia, guru pembimbing Ilman, menyebutkan bahwa keberhasilan tersebut datang dari konsistensi dan pola pendampingan intensif. Ilman dibimbing secara terukur mengikuti simulasi olimpiade, membedah isu sosial dan geopolitik, hingga membiasakan berpikir analitis.
“Kita tidak banyak punya. Tapi semangat anak-anak dan guru-guru lebih besar dari segala keterbatasan,” kata Dahlia.
Diana, salah satu teman sekelas Ilman, juga mengaku termotivasi oleh perjuangannya. “Kami sekarang lebih sering belajar bersama. Ilman menunjukkan kalau kami juga bisa,” ujarnya.
OMI: Tantangan Tak Sekadar Akademik
Olimpiade Madrasah Indonesia adalah ajang yang tidak hanya menguji kecerdasan, tetapi juga mental, ketekunan, dan wawasan yang luas. Ilman menghadapi ratusan peserta dari madrasah unggulan di Indonesia.
Tapi itu tidak membuatnya gentar.
Ia justru menjadi bukti bahwa siswa dari daerah dengan segala keterbatasan bisa bersaing sejajar dalam ajang akademik nasional. Kualitas bukan soal lokasi, tetapi soal budaya belajar dan ketekunan.
Momentum Pembaruan: Apa Selanjutnya?
Kesuksesan Ilman menggerakkan banyak pihak di Sikka untuk membicarakan reformasi dan revitalisasi madrasah lebih serius. Ada tiga agenda penting yang mulai disusun:
- Peningkatan Kompetensi Guru: Guru perlu dibekali dengan metode pembinaan talenta yang tepat, bukan hanya penguasaan materi.
- Pembinaan Berjenjang: Madrasah disarankan menyusun program pembinaan awal dengan klub-klub belajar, kelas olimpiade, dan ruang analisis akademik.
- Penguatan Sarana Literasi dan Data: Penyediaan referensi baru, akses laboratorium mini IPS, dan keterlibatan orang tua perlu ditingkatkan.
Menurut Yosef, “Ini baru permulaan. Kita akan membangun tradisi berprestasi. Ilman menjadi pintu bagi pembaruan itu.”
Inspirasi untuk Madrasah Lain
Prestasi ini tidak hanya milik Ilman. Ia telah menjadi simbol pembangkit semangat bagi seluruh siswa. Kini, semakin banyak madrasah di Sikka yang membuka ruang diskusi, memperbanyak latihan soal, dan mendorong partisipasi aktif siswa di luar jam pelajaran.
Prestasi Ilman menjadi bukti bahwa dari kelas kecil sekalipun, bisa tumbuh generasi yang berani tampil di panggung nasional.
Prestasi ini bukan akhir, melainkan awal baru bagi madrasah di Kabupaten Sikka. Momentum ini harus dirayakan, sekaligus diolah menjadi lompatan nyata di dunia pendidikan lokal.
Ilman telah melangkah. Kini, giliran madrasah lain mengekor—membuktikan bahwa “dari Sikka, untuk Indonesia” bukan lagi sekadar slogan.
Penulis: Faidinl