Global AI Race, Apa Langkah Indonesia?

Bagikan Artikel


Oleh Finley Eiwan Franklin Zaluchu

Saat ini AI sudah menjadi salah satu hal yang wajib ada dalam kehidupan sehari-hari. Bagaimana tidak, AI sudah begitu banyak membantu manusia dalam berbagai bidang kehidupan. Bahkan AI mampu memberikan pandangan baru terhadap perkembangan dunia teknologi dan otomisasi dalam ragam bidang pekerjaan. Contohnya saja sudah semakin banyak AI yang membantu dalam pekerjaan data entry, menjadi admin di berbagai perusahaan, bahkan menjadi human resources yang membantu untuk melakukan interview kepada pekerja baru. Eksistensi AI telah menjadikan seluruh aspek kehidupan menjadi mudah.

Akan tetapi ada fenomena penting yang harus dicermati. Ini kita sebut sebagai Global AI Race. Apa itu? Ini merupakan fenomena dimana berbagai negara saat ini sedang berlomba-lomba untuk menciptakan AI terbaik. Contohnya saja kita kenal ChatGPT dari AS, dan DeepSeek dari Cina. Perlombaan menghasilkan AI seperti ini bertujuan untuk menghasilkan AI yang lebih cerdas, kuat, serta semakin efisien untuk membantu pekerjaan manusia.

AI Race ini bukan lomba biasa. Setiap negara memiliki fokus pengembangan AI-nya sebagai spesialisasi masing-masing. Misalnya saja, AS, ingin memfokuskan untuk investasi AI menuju Artificial Geneal Intelligence (AGI) yang merupakan tingkat lanjut dari kecanggihan AI saat ini. Pada saat yang sama Cina memilih berfokus untuk mengembangkan AI agar dapat membantu dalam sistem produksi, sistem layanan publik, dan industri agar lebih efisien dan mendukung negara mereka yang semakin masif dalam berbagai bidang ekonomi.

Jika dibandingkan lagi, Cina saat ini sedang aktif membentuk koalisi global melalui diplomasi teknologi dimana mereka menawarkan AI in a box, data center, pelatihan, dan paket teknologi lengkap ke berbagai negara Global South. Cina ingin membentuk teknologi yang bukan hanya mampu mengembangkan negara sendiri, tapi juga membentuk kelompok tersendiri yang memiliki visi dan pandangan yang sama pada teknologi khususnya AI.

Berbeda dengan AS yang berfokus pada kekuatan teknologi mereka sendiri, yang mendorong export stack daripada membangun kemitraan berkelanjutan. Alhasil, pengembangan teknologi AI di AS lebih eksklusif dibandingkan dengan Cina. Mereka menolak untuk saling berbagi ilmu dan membantu negara lain.

Langkah-langkah seperti ini yang perlu kita perhatikan dalam konteks geopolitik yang tidak hanya membahas hubungan bilateral tapi juga perang dagang dan AI Race.

Masalah terjadi dimana Indonesia nyatanya masih belum mampu bersaing bahkan untuk membuat AI sekelas OpenAI dan DeepSeek. Kurangnya penghargaan kepada para developer AI membuat banyak anak muda yang menekuni pengembangan AI akhirnya enggan untuk membantu negara Indonesia untuk mencapai AI nya sendiri.

Selain itu, Indonesia juga kekurangan dana untuk membangun data center dan processor canggih untuk menyaingi AI besar seperti ChatGPT dan DeepSeek. Semua karena kurangnya perhatian dan pendanaan langsung dari pemerintah.

Saat negara lain sedang fokus membangun teknologi yang semakin spesifik, Indonesia malah fokus membeli alat alutsista rongsokan dengan harga fantastis. Kita abai bahwa untuk membantu negara ini menjadi lebih canggih dan lebih baik lagi, teknologi adalah kata kunci.

Lalu bagaimana seharusnya Indonesia menanggapi AI Race yang sedang berjalan saat ini? Pertama, pendanaan yang harus diperbanyak untuk para developer AI. Banyak anak muda saat ini yang sedang berjuang untuk mendapatkan perhatian dari pemerintah khususnya bagi para developer AI.

Bagaimana tidak, mengembangkan AI bukan suatu hal yang mudah, butuh perhatian dan development yang luar biasa detail serta butuh processor dan pusat data yang canggih. Kapan Indonesia bisa punya AI kalau pemerintahnya pun tak peduli akan kecanggihan teknologi saat ini?

Kedua, sebagai negara dengan politik yang bersifat “bebas-aktif”, seharusnya Indonesia justru mampu menjadi negara yang cepat mengadaptasi diri dan belajar agar mampu menyaingi hasil AI dari negara lain. Misalnya Cina yang sudah memulai investasi di Indonesia, maka pemerintah harusnya menjalin kerjasama memajukan pendidikan, berinvestasi teknologi pada perusahaan startup, serta berkolaborasi pula untuk mempelajari dan memperkuat security dalam pemerintahan.

Selain itu AS bergerak melalui perusahaan swasta, dan juga membantu dalam pertukaran pelajar serta membantu dalam pertukaran ide atau pertukaran akademik. Harusnya pemerintah Indonesia melihat peluang untuk bertukar pikiran, ide, bahkan sumber daya manusia yang dapat dikirim untuk belajar tentang AI dan kecanggihan teknologi saat ini agar nantinya mampu membuat teknologi mutakhir untuk Indonesia. Semuanya bisa dijalankan dengan kerja sama yang baik, menerapkan “bebas-aktif”, tanpa harus terjebak untuk berpihak kepada salah satu pihak.

Ketiga, hilangkan prinsip FOMO dalam membangun teknologi. Pemerintah Indonesia dapat dinobatkan sebagai salah satu pemerintah paling FOMO di dunia. Bagaimana tidak, setiap adanya perkembangan teknologi, pemerintah Indonesia langsung mengejar ke sana. Contoh, Industry 5.0.

Jargon itu langsung dikejar Indonesia. Padahal Industry 1.0 sampai 4.0 saja belum selesai. Seharusnya pemerintah Indonesia benar-benar membenahi semua target teknologi tanpa FOMO. Jangan sampai negara lain hanya menggaungkan isu, kita merasa kita harus mencapainya.

Sebagai kesimpulan, Indonesia seharusnya menjadi negara yang sanggup untuk mengembangkan teknologi menjadi lebih baik, bahkan dapat menjadi negara yang mampu menyaingi negara lain dalam hal AI.

Namun saat ini pemerintah harus memperkuat infrastruktur dasar seperti tiang BTS yang belum merata ke sejumlah daerah, meningkatkan keamanan pusat data nasional yang selama ini sangat mudah dibobol, bahkan meningkatkan sumber daya manusia dengan mengirimkan mahasiswa belajar ke negara besar seperti Cina dan AS untuk fokus pada STEM dan mengembangkan teknologi terbaik untuk Indonesia. Belum terlambat untuk bergerak, Indonesia pasti bisa mengikuti Global AI Race ini.

Penulis adalah mahasiswa Prodi Computer Science Universitas Bina Nusantara

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *