Garuda Pancasila dalam “Peringatan Darurat” : Kontroversi Revisi UU Pilkada

Bagikan Artikel

Bonarinews.com – Akhir-akhir ini, simbol Garuda Pancasila dengan latar biru dan embel-embel “Peringatan Darurat” tengah mencuri perhatian di jagat media sosial. Fenomena ini terjadi bersamaan dengan pembahasan revisi Undang-Undang (UU) Pilkada yang tengah berlangsung di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Apa sebenarnya yang mendasari munculnya simbol ini dan apa hubungannya dengan protes yang terjadi?
Asal Usul Simbol Garuda Pancasila dalam “Peringatan Darurat”

Simbol Garuda Pancasila dengan latar biru pertama kali diperkenalkan dalam konteks fiksi horor oleh akun YouTube EAS Indonesia Concept pada akhir 2022.

Dalam video-video mereka, lambang Garuda digunakan sebagai bagian dari “Emergency Alert System” (EAS) yang terinspirasi dari sistem peringatan darurat di Amerika Serikat. Video tersebut menampilkan Garuda Pancasila dengan alarm morse dan musik menyeramkan, menggambarkan situasi darurat fiktif di mana Indonesia dikuasai oleh entitas asing.

Namun, gambar ini baru-baru ini diadopsi oleh sejumlah aktivis dan pengguna media sosial sebagai simbol protes terhadap keputusan DPR yang dianggap bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai syarat pencalonan kepala daerah.

Kontroversi Revisi UU Pilkada

Pada Rabu, 21 Agustus 2024, DPR memutuskan untuk hanya menerapkan sebagian dari putusan MK yang menyangkut syarat pencalonan kepala daerah dalam revisi UU Pilkada.

Keputusan ini mendapat kritik keras karena dianggap mengabaikan keputusan MK yang seharusnya mengatur tata cara pencalonan secara lebih demokratis.

Para pengkritik berpendapat bahwa revisi UU Pilkada ini berpotensi menciptakan ketidakadilan dalam pemilihan kepala daerah, terutama menjelang Pilkada 2024.

Reaksi Masyarakat dan Aktivis

Gambar Garuda Pancasila yang diubah menjadi “peringatan darurat” ini menyebar cepat di media sosial sebagai bentuk protes terhadap DPR.

Para aktivis dan influencer seperti Bivitri Susanti menggunakan gambar ini untuk menyuarakan ketidakpuasan mereka terhadap langkah DPR yang dianggap membangkang terhadap konstitusi.

Mereka juga mengorganisir unjuk rasa di depan Gedung DPR untuk menunjukkan ketidaksetujuan terhadap kebijakan yang dianggap mengabaikan keputusan MK.

Peran Media Sosial dalam Gerakan Protes

Kehadiran Garuda Pancasila sebagai simbol protes di media sosial bukan hanya mencerminkan ketidakpuasan terhadap revisi UU Pilkada, tetapi juga mencerminkan kekhawatiran lebih luas tentang penegakan hukum dan demokrasi di Indonesia.

Sejumlah tokoh publik, termasuk sutradara Joko Anwar dan guru besar akademisi, juga turut serta dalam aksi protes ini untuk mendukung gerakan sipil yang menuntut kepatuhan terhadap konstitusi dan transparansi dalam pemerintahan.

Kesimpulan

Simbol Garuda Pancasila dengan latar biru dan tulisan “Peringatan Darurat” telah bertransformasi dari alat fiksi horor menjadi simbol perlawanan politik.
Keberadaan simbol ini di media sosial mencerminkan ketidakpuasan masyarakat terhadap keputusan DPR terkait revisi UU Pilkada dan menyoroti pentingnya menjaga demokrasi dan kepatuhan terhadap hukum.

Dalam konteks ini, protes masyarakat menjadi bentuk ekspresi penting untuk mengawal perubahan kebijakan dan memastikan bahwa keputusan-keputusan penting tetap sesuai dengan prinsip-prinsip konstitusi dan kepentingan rakyat.

Penulis: Priskila Theodora

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *