Sidoarjo, Bonarinews.com– Suara sirene ambulans masih bersahutan di kawasan Pondok Pesantren (Ponpes) Al Khoziny, Buduran, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, Minggu (5/10/2025). Sejak dini hari hingga siang hari, mobil jenazah terus berlalu-lalang mengangkut korban insiden runtuhnya gedung musala empat lantai yang menjadi salah satu bangunan tertua di pesantren tersebut.
Hingga pukul 12.00 WIB, tim gabungan Search and Rescue (SAR) telah menemukan 12 jenazah tambahan dan satu potongan tubuh manusia dari balik reruntuhan, sehingga total korban meninggal dunia mencapai 37 orang dan dua bagian tubuh belum teridentifikasi. Sementara itu, 26 orang masih dinyatakan hilang, meski data ini belum sepenuhnya valid karena masih berdasarkan daftar absensi santri yang dikeluarkan pihak pesantren.
Deputi 3 BNPB, Budi, menjelaskan bahwa jumlah pasti korban akan diketahui setelah seluruh puing dan beton terangkat hingga mencapai lantai dasar. “Data akan akurat jika pembersihan sudah selesai hingga titik tanah lantai dasar,” ujarnya.
Menurut laporan lapangan, jenazah terbanyak ditemukan di lantai satu sisi utara setelah 60 persen lebih reruntuhan berhasil diangkat. Namun, proses pembersihan menghadapi kendala karena salah satu beton masih terhubung dengan bangunan di sebelahnya.
Untuk mengatasi hal ini, BNPB menggandeng tim ahli dari Institut Teknologi Surabaya (ITS) untuk melakukan investigasi forensik struktur bangunan. “ITS akan memberi rekomendasi teknis agar proses pembersihan tidak merusak gedung lain,” jelas Budi.
Memasuki hari ketujuh pasca-kejadian, tim SAR bekerja 24 jam penuh secara bergantian setiap 3 jam. Kondisi fisik personel mulai menurun, bahkan sebagian mengalami gatal-gatal akibat kontak dengan puing dan debu. Dinas Kesehatan (Dinkes) menambah pelayanan ekstra berupa vitamin, perawatan kulit, dan dukungan stamina agar tim tetap fit di lapangan.
Selain itu, risiko kesehatan sekunder menjadi perhatian serius. Proses pembusukan jenazah yang sudah seminggu dikhawatirkan menimbulkan pencemaran air di sekitar lokasi. Meski jenazah tidak menularkan penyakit menular seperti HIV, TBC, atau COVID-19, cairan pembusukan berpotensi menyebabkan penyakit berbasis lingkungan seperti diare, kolera, tifoid, atau hepatitis A bila mencemari sumber air.
Untuk itu, BNPB bekerja sama dengan Pusat Krisis Kesehatan RI, BPBD Jawa Timur, dan Dinkes melakukan penyemprotan insektisida dan disinfektan di area pembersihan. Mereka juga memperketat standar keselamatan dengan menyediakan APD, sarung tangan, sepatu boots, masker, dan kacamata pelindung sekali pakai bagi seluruh personel.
Di sisi lain, lalu lintas kendaraan darurat dan dump truk di area kejadian memicu dampak psikologis bagi keluarga korban dan masyarakat sekitar. Untuk itu, pemerintah membuka layanan psikososial gratis di posko kesehatan terdekat, termasuk layanan pijat refleksi dan bekam tradisional bagi wali santri yang mulai mengalami kelelahan fisik dan emosional.
BNPB, Basarnas, TNI, Polri, serta seluruh elemen yang terlibat mengimbau masyarakat untuk terus mendoakan kelancaran proses evakuasi. “Kami mohon dukungan dan doa agar semua pelaksanaan dan perjuangan kemanusiaan ini dapat segera dituntaskan dengan maksimal,” ujar Budi menutup pernyataannya. (Redaksi)