Oleh: Finley Eiwan Franklin Zaluchu
Pernahkah kita menyadari mengenai betapa e-commerce mengenal kebutuhan dan keinginan kita? Saat kita mencari suatu barang di Google, saat kita membuka platform e-commerce langsung mengenali apa yang sedang cari dan langsung merekomendasikan barang tersebut di halaman utama platform tersebut. Bagaimana caranya bekerja?
Aplikasi e-commerce bekerja sama dengan browser atau mesin pencarian kita untuk mendapatkan data kita, ini merupakan sebuah hal yang legal. Mereka akan menyesuaikan apa yang belakangan ini kita cari di aplikasi mesin telusur Google, kemudian merekomendasikannya pada halaman aplikasi e-commerce yang kita miliki.
Mereka menilainya berdasarkan seberapa banyak kita mencari barang tersebut, seberapa sering kita “klik” pada sebuah kategori, atau seberapa banyak waktu yang biasanya kita habiskan pada suatu produk atau kategori tertentu.
Bahkan, mereka pun biasanya memberikan penilaian pada user dengan mencatat transaksi terakhir dan seberapa besar nilai transaksi tersebut untuk merekomendasikan barang sejenis kepada kita. Dalam ilmu teknologi, cara kerja tersebut disebut dengan algoritma RFM (Recency, Frequency, Monetary).
Mari kita bedah apa itu RFM. Pertama, Recency yang mengukur kapan terakhir pelanggan berbelanja di platform e-commerce tersebut. Logikanya, pelanggan yang baru saja beli lebih mungkin untuk membeli produk lain lagi di e-commerce tersebut sementara yang sudah lama tidak berbelanja akan cenderung pasif atau bahkan kecil kemungkinannya untuk berbelanja lagi di platform e-commerce teersebut.
Setelah algoritmanya menghitung kapan terakhir pembeli melakukan transaksi, maka pengguna akan diberikan sebuah label angka berbentuk skor, semakin aktif pengguna berbelanja maka akan tinggi skornya, biasanya pengguna akan diberikan skor 1-5 tergantung dari seberapa sering kita berbelanja.
Kedua, Frequency yang mengukur seberapa sering pelanggan membeli dalam periode tertentu. Logikanya, semakin sering pelanggan melakukan transaksi maka semakin loyal atau setia pengguna tersebut untuk membeli di platform e-commerce tersebut.
Sebaliknya, semakin jarang pengguna membeli maka algoritma akan menilai pengguna tidak terikat pada produk atau kategori tertentu yang akhirnya bisa membuat ia tidak setia pada e-commerce tersebut. Algoritma RFM akan memberikan skor penilaian kepada pengguna, semakin banyak pembelian pengguna tersbeut di kategori tertentu, maka semakin besar pula nilai yang diberikan kepada pengguan.
Ketiga, Monetary yang mengukur seberapa besar nilai pelanggan bagi perusahaan atau platform e-commerce. Logikanya, pelanggan yang memiliki pengeluaran yang besar akan semakin dinilai “berharga” oleh platform, jika sebaliknya, maka platform akan menilai pengguna sebagai pelanggan yang tidak terlalu “berharga”. Sama seperti sebelumnya, algoritma juga akan memberikan penilaian skor pada pengguna dari skor 1-5.
Setelah menilai ketiga standar tersebut, maka algoritma akan membuat segmentasi dan klasifikasi untuk membuat strategi marketing yang sesuai dengan pengguna, biasanya disebut dengan recomender system. Sistem tersebut akan mengkalkulasikan nilai yang sudah dibuat oleh RFM sebelumnya. Misalnya, pengguna membeli sebuah barang 2 hari yang lalu dengan total 10 barang seharga Rp300.000 per barangnya. Maka, RFM akan memberikan nilai 5 untuk R, 5 untuk F, dan 5 untuk M.
Kemudian, sistem akan mengklasifikasikan pengguna berdasarkan nilai tersebut, yang artinya pengguna tersebut adalah pelanggan yang sangat sering memakai platform e-commerce dan loyal serta sangat berharga karena mampu membeli barang seharga Rp300.000 per barangnya. Kemudian, sistem akan merekomendaiskan barang sejenis yang ia perlukan, dengan rentang harga yang sesuai dengan kebiasaan pengguna menghabiskan uang untuk membeli barang tertentu.
Algoritma dan sistem seperti inilah yang akhirnya membuat e-commerce mengenali kebiasaan dan perilaku kita. Namun dibalik semuanya itu, ada sebuah sistem lain yang harus kita waspadai, data kita. Apa masalah yang dapat terjadi dengan data kita?
Biasanya ketika kita mencari sesuatu di mesin pencarian seperti Google, maka sistem di Google akan mencatat kebiasana kita mencari sebuah produk dan mencatat seberapa sering kita melihat produk tersebut. Kemudian, e-commerce akan menggunakan data tersebut untuk memperkuat sistem dan algoritma pada aplikasinya, dan hal ini legal. Artinya, setiap kali kita “klik” sebuah produk di google, maka data kita akan dicatat dan disalurkan kepada platform e-commerce.
Dampaknya, kita akan terus disuguhi produk-produk yang hanya memuaskan keinginan kita, bukan kebutuhan kita. Prinsip psikologis semacam inilah yang juga digunakan oleh platform e-commerce untuk memancing kita tetap membeli barang walaupun kita tidak membutuhkannya. Pada akhirnya, uang kita habis untuk barang-barang yang belum tentu ada manfaatnya dan menjadikan kita pribadi yang materialistik dan tidak paham bagaimana membedakan kebutuhan dan keinginan.
Misalnya, kita hanya mencari casing handphone di Google dan di e-commerce. Selanjutnya, e-commerce akan menyajikan kita produk teknologi lain seperti powerbank, earphone, atau tripod yang sebenarnya belum tentu kita butuhkan. Akhirnya, kita akan bimbang apakah sebaiknya membeli barang rekomendasi itu sekaligus atau tidak. Hal ini akan terus dilakukan oleh e-commerce sampai kita mengeluarkan uang sesuai dengan iklan yang mereka berikan.
Platform e-commerce juga melakukan motif lain seperti memberikan promo kepada kita jika kita sering membeli produk di platform mereka. Mereka akan terus memancing kita untuk membeli produk A, produk B, dan produk lainnya secara sekaligus untuk mendapatkan promo yang menarik. Hal ini juga akan menipu kita “murah kok, kan pakai promo.”
Sebagai kesimpulan, platform e-commerce memang sangat membantu kita untuk mencari produk yang sesuai dengan kebutuhan kita. Tetapi jangan sampai kita tenggelam pada algoritma dan sistem rekomendasi yang diberikan oleh platform e-commerce, mulai dari produk yang murah, promo yang menarik, dan teknik marketing lainnya. Hal tersebut dapat membuat kita lupa akan perbedaan kebutuhan dan keinginan.
Ingat, e-commerce butuh uang kita dan kita merupakan alat untuk mencari keuntungan bagi mereka. Berhati-hatilah pada setiap algoritma dan sistem rekomendasi pada platform e-commerce yang ada.
Penulis adalah mahasiswa Prodi Computer Science Universitas Bina Nusantara