Dokter Suruh Operasi, Ia Pilih Menari: Maya Widuri Buktikan Senam Adalah Obat Penyembuh

Bagikan Artikel

Oleh: Dedy Hu

Setiap kali musik berdentum di halaman rumahnya di Jalan Martubung, Kota Medan, Sumatera Utara, suasana pagi berubah jadi panggung kebugaran. Tubuh-tubuh bergerak ritmis, mengikuti aba-aba seorang perempuan berjaket kuning dengan senyum yang tak pernah pudar.

Dialah Maya Widuri, atau akrab disapa Meyhua — instruktur senam aerobik yang belakangan jadi inspirasi bagi banyak ibu rumah tangga di Medan.

Dengan mikrofon di kepala dan irama musik dari Timur yang sedang hits, Maya memimpin gerakan dengan penuh energi. “Ayo, satu-dua-tiga, jangan malas gerak!” serunya, diikuti tawa para peserta yang sudah berkeringat namun tampak bahagia.

Di tangan Maya, senam bukan sekadar olahraga — tapi terapi jiwa yang membuat siapa pun betah berlama-lama di bawah sinar matahari pagi.

Dulu Lemah, Kini Menguat Lewat Gerak

Tak ada yang menyangka, perempuan 41 tahun ini dulu pernah hidup dalam tubuh yang rapuh.

“Saya dulu sakit-sakitan hampir sepuluh tahun,” kenangnya sambil menatap layar ponselnya.

“Vertigo, asam lambung, usus buntu, jantung ada kelainan, ginjal berpasir, sampai kencing batu. Dokter sudah rekomendasi operasi laser.”

Namun takdir membawa arah berbeda. Seorang dokter senior di Medan, Profesor Adnan Lelo, justru menyarankan resep yang sederhana namun tak biasa: “Cari olahraga yang bikin kamu Happy.”

Maya mengingat momen itu seperti titik balik hidupnya. “Saya mikir, olahraga apa yang bisa bikin happy ya? Akhirnya saya pilih senam,” ujarnya.

Pilihan sederhana itu ternyata menjadi langkah pertama menuju kesembuhan — bukan cuma fisik, tapi juga batin.

Dari Peserta ke Pelatih

Awalnya, Maya datang ke sanggar senam hanya untuk mencoba. Dengan tubuh yang masih sering lemas, ia mengikuti gerakan pelan-pelan. Ia bahkan beberapa kali pingsan ketika ikut senam. Namun, semangatnya tak surut.

Beberapa minggu kemudian, keajaiban mulai terasa. “Asam lambung mulai reda, tidur enak, badan terasa ringan. Saya malah nagih ikut tiap hari,” katanya sambil tertawa kecil.

Semangat itu membuatnya tak ingin berhenti di posisi peserta. Ia lalu menempuh pendidikan di Lembaga Kursus dan Pelatihan (LKP) Dispora Medan selama tiga bulan. Setelah lulus, ia resmi menyandang sertifikat instruktur senam pada 2013.

“Kalau saya bisa sembuh karena senam, kenapa nggak bantu orang lain juga?” ujarnya dengan mata berbinar.

Kini, Maya menguasai empat jenis senam: aerobik, zumba, SKJ, dan body language.
Baginya, setiap jenis punya “jiwa” tersendiri. Namun senam SKJ jadi tantangan terbesar karena gerakannya baku dan tidak boleh diubah.
“Gerakan SKJ itu sudah diteliti untuk kesehatan tubuh. Kalau kita ubah-ubah, manfaatnya bisa hilang,” jelasnya.

Rumah yang Menjadi Sanggar

Setiap pagi, rumah Maya berubah menjadi sanggar kecil yang penuh tawa. Dari pukul 05.00–06.00 sore dan 09.00–10.00 pagi, halaman rumahnya dipenuhi ibu-ibu yang datang dengan pakaian olahraga dan semangat membara.

Awalnya ia membuka kelas gratis — supaya masyarakat merasakan manfaatnya dulu. Tapi begitu banyak yang ketagihan. “Begitu mereka ngerasain enaknya, malah minta rutin,” kata Maya sambil tertawa.

Selain di rumah, jadwal Maya padat. Ia sering diundang ke instansi, sekolah, bahkan acara komunitas. Setiap minggu, ada saja jadwal senam di berbagai titik kota. “Capek? Ya pasti capek. Tapi capek olahraga itu beda,” ujarnya. “Capeknya justru bikin hati senang dan tidur nyenyak.”

Pesan untuk Kaum Perempuan: Cintai Diri Lewat Gerak

Bagi Maya, olahraga bukan soal membentuk tubuh langsing, tapi tentang menghargai diri sendiri. “Perempuan itu sering lupa menjaga dirinya. Sibuk ngurus anak, suami, rumah, tapi lupa tubuh sendiri. Padahal kalau kita nggak sehat, siapa yang jaga keluarga?” katanya lembut tapi tegas.

Ia menekankan pentingnya olahraga teratur. “Jangan tunggu sakit dulu baru gerak. Mulailah sekarang, cukup 30–45 menit, tiga kali seminggu. Badan bakal berterima kasih,” ujarnya penuh keyakinan.

Maya berbicara dari pengalaman nyata. Ia tahu bagaimana rasanya hidup dalam sakit, dan bagaimana rasanya sembuh lewat peluh. Karena itu, setiap kali ia memimpin senam, ada pesan tak terucap di setiap hentakan kakinya: bahwa bahagia bisa dimulai dari satu langkah kecil.

Menyebarkan Energi Positif

Kini, dengan empat anak yang sudah tumbuh besar, Maya tetap aktif berkeliling memandu senam di berbagai tempat. Baginya, ini bukan sekadar profesi, tapi panggilan hidup. “Selama saya masih bisa berdiri, saya mau terus ngajak orang untuk sehat,” ujarnya.

“Saya sudah buktikan sendiri, bahwa gerak bisa jadi obat — asal dilakukan dengan hati yang gembira.”

Kini, setelah lebih dari satu dekade menjadi instruktur, Maya tak hanya mengubah hidupnya sendiri, tapi juga banyak orang di sekitarnya.

Ia membuktikan, tubuh yang dulu hampir menyerah bisa kembali kuat — bahkan menebar semangat di setiap hentakan musik dan keringat yang jatuh.

“Selama saya masih mampu bergerak,” katanya mantap, “saya akan terus ngajak orang untuk sehat dan bahagia lewat senam.”

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *