Pulang sekolah, langkahku tergesa,
Seragam dilepas, tubuh letih merengkuh udara,
Sepiring nasi hangat menanti di meja sederhana,
Lalu aku berlari ke sawah, tanah menunggu sentuhan tangan.
Hujan turun, membasahi tubuh dan ladang,
Tapi tangan tak boleh berhenti—menanam, membajak, menyiangi,
Ladang ini tak boleh menunggu,
Petang membawa senja, tubuh letih menuntut belajar tak kompromi.
Malam tiba, istimewa dan sunyi,
Keluarga berkumpul di tikar sederhana,
Nasi, daun ubi tumbuk, ikan asin, sambal menemani,
Doa mengalun, menenangkan jiwa yang lelah,
Jangkrik bernyanyi, kodok menari,
Sejurus lelap, tubuh dan hati larut dalam malam.
Pagi menyapa dengan cahaya lembut,
Mengiringi langkah baru, harapan yang terbit lagi,
Sekolah adalah lentera, cahaya menuntun di kegelapan,
Menjadi jalan memutus rantai kemiskinan.
Orangtua menatap dengan mata penuh doa,
Agar anak tak merasakan pahitnya hidup,
Agar tanganku kelak menorehkan dunia yang lebih baik,
Dan kampung ini tetap menjadi tanah harapan.