Deadline 17+8: Rakyat Menuntut, DPR Menjawab Setengah Hati?

Bagikan Artikel

Bonarinews.com – Ribuan mahasiswa kembali turun ke jalan, mengingatkan para pemegang kekuasaan bahwa tuntutan rakyat berkode 17+8 itu bukan sekadar deretan kata, tetapi jeritan keadilan.

Tuntutan yang dilayangkan sejak Agustus lalu terdiri dari 17 poin jangka pendek dan 8 poin jangka panjang. Enam institusi menjadi target: DPR, Presiden, Partai Politik, Polri, TNI, Kementerian di bidang ekonomi dan Ketenagakerjaan.

Dari 17 poin itu, ada sejumlah hal krusial. Rakyat menuntut pembatalan kenaikan tunjangan, moratorium perjalanan luar negeri, serta audit transparan anggaran. Ada juga tuntutan pemberhentian anggota DPR yang dinonaktifksn serta revisi UU Ketenagakerjaan terkait outsourcing dan UMR. Selain itu, pemerintah juga diminta menghentikan kriminalisasi demonstran, menarik pasukan dari kampus serta meminta TNI dituntut kembali fokus ke pertahanan, bukan keamanan sipil. Kemenaker didesak memperbaiki regulasi UMR dan perlindungan buruh kontrak.

Lalu bagaimana respons negara? DPR, sebagai salah satu institusi yang paling disorot, akhirnya menerbitkan 6 poin keputusan. Poin-poin ini sebagian menjawab: pembatalan kenaikan tunjangan, moratorium perjalanan luar negeri, serta pemberhentian anggota yang telah dinonaktifkan . Tetapi di luar itu, masih banyak lubang besar.

Pertanyaan kritisnya, apakah 6 keputusan DPR ini cukup? Faktanya, sebagian besar tuntutan lain tidak disentuh. Soal kriminalisasi demonstran, peran TNI di ranah sipil, perbaikan UMR, hingga transparansi anggaran—semuanya menggantung. Padahal, deadline 5 September kemarin adalah ultimatum kepada seluruh institusi, bukan hanya DPR.

Pemerintah dan DPR harus ingat: rakyat tidak butuh sekadar pernyataan politik. Tuntutan 17+8 menuntut aksi nyata lintas lembaga. DPR boleh menjawab sebagian, tetapi Presiden, Polri, TNI, Partai politik juga wajib memberikan kepastian. Tanpa itu, respons DPR hanyalah “jawaban setengah hati”.

Negara ini sudah terlalu banyak berkorban atas imbas demo sepekan lalu. Puluhan nyawa melayang, ratusan luka-luka, kedamaian terkoyak. Energi bangsa sudah terlalu banyak terkuras, jangan sampai ini berlarut-larut karena pemerintah dan DPR tidak memberikan respon sepadan dengan tuntutan masyarakat. Yang rakyat inginkan hanyalah demi kemajuan bangsa ini dan kehidupan yang lebih layak.

Kini bola ada di tangan negara. Apakah tuntutan mahasiswa dan rakyat akan dijalankan, atau hanya dicatat lalu dilupakan? Apakah janji DPR akan menjadi tindakan, atau sekadar retorika untuk meredam amarah publik?

Akhirnya, pesan ini harus sampai: deadline 17+8 bukan akhir, tetapi awal pengawasan rakyat. DPR sudah bicara, sekarang waktunya semua institusi menjawab. Sebab, rakyat tidak menunggu janji, rakyat menunggu bukti. Deadline telah lewat, kini saatnya mengukur kesungguhan negara.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *