Dana Natal untuk Palestina atau untuk Indonesia?

Bagikan Artikel

Oleh: Flora Talyeta Gratia Beth

Menjelang perayaan Natal, muncul isu hangat tentang penggunaan dana Natal untuk bantuan kemanusiaan bagi Palestina. Hal ini memicu beragam opini publik. Adilkah jika dana yang seharusnya untuk sukacita Natal dialihkan ke isu kemanusiaan luar negeri

Beberapa orang mempertanyakan, mengapa dana tersebut tidak digunakan untuk membangun rumah ibadah di Indonesia atau membantu masyarakat kita sendiri yang juga membutuhkan? Bahkan, ada yang menyoroti bahwa bukan hanya Palestina yang mengalami musibah—Nigeria dan beberapa daerah di Indonesia juga menghadapi kesulitan.

Isu ini bermula dari pernyataan Maruarar Sirait, Ketua Panitia Natal 2025, yang menyampaikan bahwa dana Natal nasional akan digunakan untuk rakyat Palestina dalam mendukung program pemerintah. Pernyataan ini memunculkan pertanyaan penting: apakah dana Natal seharusnya dilihat dari perspektif teologis atau kemanusiaan universal? Saat krisis terjadi, seharusnya bantuan melampaui batasan dogma.

Saya pribadi merasa, jika tujuannya adalah bantuan kemanusiaan, tidak harus dari dana Natal. Alternatif lain seperti pakaian, kebutuhan sehari-hari, atau bahan makanan bisa menjadi solusi. Jika dana Natal hanya dialokasikan untuk Palestina tapi tidak untuk masalah di Indonesia, bukankah ini kurang adil? Solidaritas harus dimulai dari rumah sendiri.

Kondisi minoritas di Indonesia juga patut mendapat perhatian. Masih banyak kesulitan bagi mereka untuk membangun rumah ibadah atau bahkan menjalankan ibadah. Penolakan dan hambatan ini bukan sekadar kesulitan biasa, tapi bentuk ketidakadilan struktural yang menghambat hak beribadah yang dijamin konstitusi. Bagaimana mungkin kita menuntut keadilan untuk negara lain, sementara minoritas di negara sendiri menghadapi ketidakadilan?

Opini masyarakat tentang isu ini sebenarnya merupakan kritik halus terhadap pemerintah. Keadilan untuk kemanusiaan di luar negeri harus seimbang dengan keadilan bagi rakyat sendiri. Ketidakadilan tidak selalu berbentuk perang dengan senjata; ketidakadilan bisa hadir lewat penolakan hak fundamental dan kesenjangan sosial di dalam negeri.

Pemerintah dan masyarakat memiliki peran penting untuk menyikapi isu ini. Dana bantuan untuk Palestina bisa disalurkan melalui lembaga legal, dengan transparansi laporan, dan jalur kemitraan internasional yang terpercaya. Sementara itu, peraturan mengenai pembangunan rumah ibadah perlu direvisi, undang-undang perlindungan umat beragama ditegakkan, dan hukum diterapkan secara tegas tanpa pandang bulu. Masyarakat juga harus peka dan menjunjung toleransi, serta membuka dialog tentang keberagaman. Tanpa kerja sama antara pemerintah dan masyarakat, masalah ini sulit terselesaikan.

Akhirnya, keadilan harus dirasakan di negara sendiri sebelum menatap keadilan di negara lain. Tidak salah ingin membantu Palestina, tapi jangan sampai mengabaikan kesulitan masyarakat Indonesia. Keadilan sejati tercapai ketika pemerintah peka ganda: mendukung hak kemanusiaan di luar negeri, sekaligus menjamin hak beribadah dan kebebasan sipil bagi seluruh warga, terutama minoritas, di Indonesia.

Flora Talyeta Gratia Beth, Mahasiswi Ukrida Jakarta, Prodi Psikologi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *