Belajar dari Ziggy dan Teguh: Menulis Adalah Soal Hati, Bukan Cepat Terbit

Bagikan Artikel

Bonarinews.com, MEDAN – Sore itu, ruangan di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara (USU) dipenuhi suara tawa dan tepuk tangan. Di tengah suasana hangat itu, penulis Ziggy menatap peserta yang duduk rapi sambil bercerita pelan, “Menulis itu kadang tidak butuh hal besar. Cukup hati yang sabar.”

Ucapan sederhana itu langsung disambut anggukan dari para peserta Festival Sastra Akhir Pekan (FSAK), acara tahunan yang digelar Komunitas Ngobrol Buku. Dalam diskusi yang membahas novel terbarunya, Mari Pergi Lebih Jauh, Ziggy berbagi pengalaman tentang bagaimana ia menulis dengan kesungguhan, bukan dengan terburu-buru.

“Banyak orang ingin cepat selesai, cepat terkenal, atau cepat diterbitkan. Tapi saya percaya, menulis itu soal ketekunan dan kejujuran,” ujarnya.

Ziggy bercerita, menulis Mari Pergi Lebih Jauh bukan pekerjaan semalam. Ia membutuhkan waktu panjang untuk menjaga karakter dan emosi cerita agar tetap hidup. Baginya, menulis adalah proses yang pelan tapi penuh makna. “Tulisan yang baik itu seperti tumbuhan, harus dirawat pelan-pelan supaya tumbuh kuat,” katanya sambil tersenyum.

Di samping Ziggy, duduk Teguh Afandi, editor dari penerbit Kepustakaan Populer Gramedia (KPG) yang sudah lama bekerja bersamanya. Teguh menambahkan, banyak penulis muda sekarang terlalu fokus pada hasil akhir, padahal yang penting adalah menyelesaikan tulisan dengan sepenuh hati.

“Karya yang bagus bukan yang cepat jadi, tapi yang selesai dengan kesungguhan,” ujar Teguh. Ia juga menekankan bahwa peran editor bukan sekadar memperbaiki naskah, tetapi juga menemani penulis menjaga napas cerita agar sampai ke pembaca dengan utuh.

Menurut Teguh, hal sederhana seperti disiplin menulis setiap hari, membaca dengan tekun, dan berani menerima masukan adalah bekal utama bagi siapa pun yang ingin menulis. “Jangan takut salah. Semua penulis besar pernah mulai dari naskah yang berantakan,” katanya, disambut tawa peserta.

Pesan dari Ziggy dan Teguh siang itu terasa menyejukkan. Bahwa menulis bukan tentang kecepatan atau kesempurnaan, tapi tentang hati yang mau mendengarkan cerita yang ingin keluar.

Festival Sastra Akhir Pekan kali ini menjadi ruang yang penuh kehangatan. Selain diskusi buku, acara juga dimeriahkan dengan musikalisasi puisi, pembacaan naskah drama, dan penampilan musik dari musisi lokal Medan.

Ketua Komunitas Ngobrol Buku, Eka Dalanta, menutup acara dengan kalimat yang senada dengan pesan Ziggy dan Teguh. “Menulis dan membaca sama-sama butuh cinta. Kalau dilakukan dengan hati, hasilnya akan sampai ke hati juga.”

Dari Medan, dua sosok ini mengingatkan: tulisan yang baik bukan soal cepat terbit, tapi tentang keberanian untuk tetap menulis meski pelan—karena setiap kata yang lahir dari hati, pasti menemukan jalannya sendiri. (Lindung)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *