Bonarinews.com – Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) menjadi masalah serius yang menimpa banyak perempuan, dan kasus terbaru yang melibatkan selebgram Cut Intan Nabila menunjukkan betapa rumitnya situasi ini.
Intan mengungkapkan melalui media sosial bahwa selama lima tahun pernikahannya dengan Armor Toreador, ia mengalami kekerasan fisik dan emosional.
Kasus Intan memunculkan pertanyaan penting : Mengapa banyak perempuan memilih untuk tetap bertahan dalam hubungan pernikahan, walaupun pernikahan tersebut menyiksa fisik dan mentalnya? Artikel ini bertujuan untuk mengungkap berbagai alasan di balik keputusan tersebut dan bagaimana kita bisa mendukung mereka.
Alasan Perempuan Bertahan dalam Hubungan Pernikahan KDRT
- Rasa Takut dan Ancaman Keamanan
Salah satu alasan utama mengapa perempuan bertahan dalam hubungan yang abusive adalah rasa takut akan bahaya yang mungkin mereka hadapi jika meninggalkan pasangan.
Data menunjukkan bahwa sekitar 41% perempuan yang berpisah dari pasangan kekerasan mengalami kekerasan lebih lanjut, bahkan ada yang dibunuh oleh pasangan atau mantan pasangan mereka.
Ketakutan akan keselamatan pribadi ini sangat nyata dan sering kali membuat korban merasa bahwa tetap bertahan adalah pilihan yang lebih aman dibandingkan menghadapi ancaman yang tidak diketahui di luar hubungan tersebut.
- Isolasi Sosial
Isolasi sering kali menjadi senjata utama yang dipilih pelaku kekerasan untuk menguasai dan membatasi kebebasan korban. Dengan membatasi kontak korban dengan keluarga dan teman, pelaku menciptakan ketergantungan emosional dan sosial yang membuat korban merasa tidak ada dukungan di luar hubungan mereka.
Isolasi sosial yang diberlakukan oleh pelaku secara efektif mengurangi kemampuan korban untuk melakukan interaksi sosial dengan sekitar mereka, mencari bantuan serta semakin memperkuat kesempatan pelaku untuk mengendalikan situasi yang ada. Selain itu, korban sering kali merasa terasing dan terjebak dalam situasi tanpa jalan keluar, yang memperburuk keadaan.
- Rasa Malu dan Penyangkalan
Banyak korban merasa malu atau enggan mengungkapkan kekerasan yang mereka alami. Mereka mungkin menganggap KDRT sebagai aib keluarga yang seharusnya tidak diketahui orang lain atau merasa bahwa melaporkan kekerasan bisa memperburuk situasi.
Dalam hal ini, pelaku sering meremehkan atau menyalahkan korban atas kekerasan yang terjadi, sehingga korban menjadi korban dari perangkap tindakan manipulatif yang pelaku buat. Hal ini membuat korban merasa tidak layak mendapatkan bantuan atau dukungan, dan sering kali mereka menyangkal atau menutupi kekerasan yang dialami.
- Trauma dan Kepercayaan Diri Rendah
Kekerasan yang berkepanjangan dapat menyebabkan trauma psikologis yang mendalam, mengakibatkan kepercayaan diri korban menurun. Korban sering kali merasa tidak berharga dan tidak mampu membuat keputusan untuk diri mereka sendiri.
Trauma ini menyebabkan korban merasa terjebak dalam hubungan yang penuh teror, di mana mereka terus-menerus merasa tidak aman dan tidak memiliki kontrol atas hidup mereka.
Kepercayaan diri yang rendah membuat mereka merasa bahwa mereka tidak memiliki kekuatan atau sumber daya untuk meninggalkan hubungan tersebut.
- Alasan Praktis dan Kontrol Finansial
Pelaku kekerasan tidak jarang mengendalikan aspek keuangan korban, sehingga korban dibuat tidak berdaya dengan adanya pengendalian tersebut. Dengan mengendalikan akses korban terhadap sumber daya finansial, pelaku menciptakan ketergantungan yang membuat korban merasa tidak mandiri.
Ketidakmampuan untuk menyokong diri sendiri secara finansial sering kali menjadi hambatan besar bagi korban untuk meninggalkan hubungan yang kasar. Ketergantungan ini memperkuat kontrol pelaku dan memperparah situasi korban.
Kasus Cut Intan Nabila dan Dampak Gangguan Kepribadian
Kasus Cut Intan Nabila menjadi sorotan karena suaminya, Armor Toreador, diduga mengalami gangguan kepribadian yang dapat mempengaruhi perilaku kekerasannya.
Elvine Gunawan selaku dokter kejiwaan, menjelaskan bahwa Armor mungkin mengalami gangguan kepribadian antisosial atau masalah emosional lain yang mempengaruhi agresivitasnya.
Selain itu, penggunaan zat terlarang seperti narkoba juga dapat memperburuk perilaku kekerasan. Kebiasaan menonton pornografi juga diduga berkontribusi pada meningkatnya agresivitas dan kontrol impuls Armor.
Gangguan kepribadian atau gangguan kejiwaan dapat menyebabkan seseorang bertindak agresif dan mengabaikan batasan moral atau sosial. Adanya faktor-faktor tersebut ditambah dengan riwayat kekerasan keluarga dan adiksi, dapat membuat perilaku kekerasan semakin ekstrem.
Perilaku kekerasan yang dilakukan Armor menunjukkan pola dominasi dan kontrol yang ekstrem, di mana jika istri tidak patuh, ia akan menyakiti orang yang dicintai oleh istri tersebut, termasuk anak-anak mereka.
Solusi Untuk Keluar dari Hubungan Pernikahan KDRT
Wanita yang menghadapi kekerasan dalam rumah tangga, sangat krusial untuk segera mencari bantuan dan dukungan guna memulai perjalanan menuju pemulihan dan keamanan. Melaporkan kekerasan kepada pihak berwenang atau lembaga bantuan hukum adalah langkah awal yang krusial.
Selain itu, konsultasi dengan psikolog atau psikiater dapat memberikan dukungan emosional yang sangat dibutuhkan. Dukungan dari keluarga, teman, dan lembaga sosial juga penting untuk membantu korban keluar dari situasi kekerasan.
Menghadapi kekerasan dalam rumah tangga adalah tantangan besar, tetapi dengan pemahaman yang lebih baik tentang alasan di balik keputusan untuk bertahan dan dukungan yang tepat, kita dapat membantu perempuan untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk melindungi diri mereka dan membangun masa depan yang lebih baik.
Kita perlu berhenti menyalahkan korban dan mulai mendukung mereka dalam menghadapi dan mengatasi kekerasan yang mereka alami.
Penulis: Priskila Theodora