Bonarinews.com | Medan – Setelah hampir dua dekade menjadi sorotan publik karena kasus besar korupsi dan pembalakan liar, nama Adelin Lis kembali mencuat. Kali ini, bukan karena upaya pelarian, melainkan penyelesaian kewajiban hukum yang sudah lama tertunggak.
Dalam konferensi pers di Kantor Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejati Sumut), Jalan Abdul Haris Nasution, Medan, Rabu (3/9/2025), Kepala Kejati Sumut Harli Siregar menyampaikan, Adelin Lis resmi melunasi sisa pembayaran uang pengganti kerugian negara. Jumlahnya tidak kecil: Rp105,8 miliar dan USD 2,9 juta atau sekitar Rp47 miliar jika dikonversi ke rupiah.
“Pembayaran dilakukan melalui pihak keluarga terpidana, disetorkan kepada Jaksa Eksekutor, lalu diteruskan ke rekening kas negara di Bank BRI sebagai PNBP Kejaksaan Republik Indonesia,” ujar Harli.
Putusan MA dan Kewajiban Berat
Kasus Adelin Lis bermula dari vonis Mahkamah Agung pada 31 Juli 2008. Saat itu, MA menjatuhkan hukuman 10 tahun penjara, denda Rp1 miliar, serta uang pengganti Rp119,8 miliar ditambah USD 2,9 juta. Jika tidak dibayar, ia diwajibkan menjalani hukuman tambahan lima tahun penjara.
Adelin terbukti melakukan tindak pidana korupsi dan tindak pidana kehutanan secara bersama-sama dan berlanjut melalui perusahaannya, PT Mujur Timber Group dan PT Keang Nam Development Indonesia. Perusahaan ini diketahui melakukan pembalakan liar di hutan Mandailing Natal, Sumatera Utara.

Namun eksekusi putusan itu tidak berjalan mulus. Adelin sempat menghilang dan menjadi buronan selama 13 tahun.
Dari Bebas di PN Medan hingga Ditangkap di Singapura
Sejarah pelarian Adelin penuh drama. Pada 2006 ia sempat tertangkap di Beijing karena memperpanjang paspor di KBRI setempat. Anehnya, setahun kemudian, Pengadilan Negeri Medan memutus bebas pada 5 November 2007. Jaksa yang tidak puas mengajukan kasasi, hingga akhirnya MA memvonis bersalah.
Namun saat putusan itu keluar, Adelin sudah menghilang. Ia masuk daftar 50 buronan Kejaksaan Agung.
Pada 2018, keberadaannya terendus di Singapura. Otoritas Imigrasi dan Pos Pemeriksaan (ICA) menahannya karena menggunakan paspor palsu atas nama Hendro Leonardi. Dari data, ia diketahui sudah beberapa kali keluar masuk Singapura dengan identitas tersebut.
Indonesia baru bisa memulangkan Adelin pada Juni 2021 setelah melalui lobi diplomatik panjang antara Kejaksaan Agung, Kementerian Luar Negeri, dan Kedutaan Besar RI di Singapura.
Jalani Hukuman dan Subsider
Sejak 2021, Adelin menjalani hukuman pokok penjara 10 tahun. Setelah itu, ia juga mulai menjalani hukuman subsidair atas uang pengganti yang belum dilunasi sejak 7 April 2025.
Menurut Kejati Sumut, hingga 2 September 2025, Adelin sudah menjalani 149 hari hukuman subsidair, yang nilainya dikonversi setara Rp13,9 miliar. Meski begitu, masih tersisa lebih dari Rp105 miliar plus USD 2,9 juta.

Selasa (2/9/2025), melalui keluarga, sisa uang itu akhirnya dibayarkan lunas. Dengan begitu, kewajiban hukum Adelin Lis secara finansial resmi selesai.
Pesan Kejaksaan: Pemulihan Keuangan Negara
Kepala Kejati Sumut Harli Siregar menegaskan bahwa keberhasilan menagih uang pengganti dari Adelin Lis adalah bentuk keseriusan Kejaksaan dalam memulihkan kerugian negara.
“Ini bukan sekadar menghukum pelaku, tapi bagaimana negara bisa mendapatkan kembali uang yang telah dirugikan,” katanya.
Harli menambahkan, proses ini juga menjadi pembelajaran penting. Kasus Adelin Lis yang berlarut-larut menunjukkan betapa sulitnya menangani kejahatan korupsi yang melibatkan buronan lintas negara. Namun, ujarnya, melalui konsistensi dan kerja sama, kasus itu akhirnya bisa dituntaskan.
Perjalanan Panjang yang Berakhir di Kas Negara
Dengan tuntasnya pembayaran ini, kasus Adelin Lis dapat dikatakan selesai. Meski begitu, publik tentu masih mengingat bagaimana seorang pengusaha perkayuan bisa menghindar dari hukum selama belasan tahun, memanfaatkan celah, hingga akhirnya tertangkap.
Kini, uang pengganti senilai ratusan miliar dan jutaan dolar itu sudah kembali masuk ke kas negara. Bagi banyak orang, ini menjadi momen penting untuk melihat bahwa hukum, meski berjalan lambat, tetap bisa mengejar pelaku kejahatan besar.
Reporter: Dedy Hu