Gelondongan Kayu Muncul di Sungai Barang Toru, Saat Banjir Bandang Tapteng, Warga Desak Audit Menyeluruh Hutan Hulu

Bagikan Artikel

Tapanuli Tengah, Bonarinews.com — Banjir bandang yang meluluhlantakkan sejumlah wilayah di Kabupaten Tapanuli Tengah (Tapteng), Sumatera Utara, bukan hanya memporak-porandakan rumah dan fasilitas umum. Peristiwa itu juga memunculkan kegelisahan baru: banyaknya kayu gelondongan yang terseret arus dan menumpuk di badan sungai maupun permukiman.

Kemunculan kayu-kayu berukuran besar itu dianggap janggal oleh warga. Mereka mendesak pemerintah melakukan penelusuran serius terhadap kondisi hutan di daerah hulu yang diduga menjadi sumber material yang terseret banjir.

Melalui sebuah unggahan di media sosial, Selasa (25/11), warga Tapteng, Engran Silalahi, menyampaikan kritik keras. Ia menilai pemerintah tidak bisa semata-mata mengaitkan bencana dengan cuaca ekstrem tanpa melihat persoalan kerusakan lingkungan yang kemungkinan jauh lebih mendasar.

“Curah hujan tinggi memang bisa menyebabkan banjir. Tetapi keberadaan kayu gelondongan dalam jumlah besar ini tidak bisa dijelaskan hanya dengan alasan itu. Pemerintah harus berani menelusuri sumbernya,” katanya.

Gelondongan kayu itu terpantau terseret dari aliran Sungai Aek Batang Toru yang hulunya membentang hingga wilayah Tapanuli Utara. Kondisi ini memunculkan dugaan adanya aktivitas penebangan yang tidak terpantau atau tidak terkendali di kawasan tersebut. Fenomena serupa juga terlihat di Sungai Aek Sihaporas, Kecamatan Tukka, yang ikut membawa potongan kayu besar saat arus sungai meluap.

Situasi makin kompleks ketika Jembatan Anggoli, yang berada di perbatasan Tapanuli Tengah dan Tapanuli Selatan, terdampak parah. Tumpukan kayu menyumbat aliran sungai di bawah jembatan hingga menyebabkan arus balik yang merusak rumah warga.

“Jika tumpukan kayu sebesar itu bisa ‘turun’ bersamaan dengan banjir, tentu ada sesuatu yang keliru di bagian hulu. Pemerintah perlu bersikap jujur dan terbuka dalam menelusurinya,” ujar Engran.

Ia menilai selama ini pemerintah kurang memberikan perhatian pada kondisi hutan dan potensi penebangan liar, sehingga masyarakat di hilir menanggung risiko bencana yang lebih besar. Menurutnya, penyelidikan menyeluruh tidak hanya diperlukan untuk mencari penyebab, tetapi juga untuk mencegah kejadian serupa di masa mendatang.

Desakan audit lingkungan kini menjadi tuntutan utama warga. Mereka menilai penyelidikan harus melibatkan pemerintah pusat, mengingat luasnya kawasan hulu serta dampak lintas kabupaten yang ditimbulkannya.

Bagi warga Tapteng, banjir bandang kali ini bukan sekadar bencana alam, tetapi sinyal keras bahwa ada persoalan yang selama ini tidak diselesaikan. Pemerintah diminta tidak lagi berhenti pada pernyataan resmi, tetapi bergerak cepat mengungkap akar masalah dan mengambil langkah pemulihan yang nyata. (Redaksi)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *