Jakarta, Bonarinews.com – Pengadilan Negeri Jakarta Selatan secara tegas menyatakan tidak berwenang mengadili gugatan perdata yang diajukan Menteri Pertanian Amran Sulaiman terhadap Tempo.
Putusan tersebut sekaligus menegaskan bahwa setiap perselisihan pemberitaan merupakan ranah Dewan Pers, sebagaimana diatur dalam UU Pers. Gugatan dengan nomor perkara 684/Pdt.G/2025/PN JKT.SEL itu diputuskan pada Senin (17/11/2025) oleh majelis hakim yang diketuai oleh Sulistyo Muhamad Dwi Putro, S.H., M.H. bersama dua hakim anggota.
Kasus ini bermula dari keberatan atas publikasi poster dan motion graphic Tempo berjudul “Poles-poles Beras Busuk,” yang mengkritisi penyerapan gabah/beras oleh Bulog dalam konteks Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2025.
Tempo sempat diadukan ke Dewan Pers sebelum kemudian digugat secara perdata oleh Menteri Pertanian ke pengadilan. Namun, majelis hakim menegaskan, penyelesaian sengketa pemberitaan wajib melalui mekanisme Dewan Pers, bukan pengadilan umum.
LBH Pers mengapresiasi putusan ini dan menyebutnya sebagai kemenangan penting dalam penguatan kebebasan pers. “Putusan Pengadilan Jakarta Selatan seperti air pelepas dahaga di tengah paceklik demokrasi. Kemenangan ini milik pers, warga, serta kita semua yang menghendaki kebebasan berpikir, berpendapat, dan mengakses informasi,” ujar Mustafa Layong, Direktur LBH Pers.
Dalam pertimbangannya, majelis hakim merujuk pada Pasal 15 UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, yang menyatakan bahwa sengketa pemberitaan harus diadukan melalui Dewan Pers, termasuk pelaksanaan Pernyataan Penilaian dan Rekomendasi (PPR).
Hakim juga menegaskan, sebelum gugatan diajukan ke pengadilan, Dewan Pers belum mengeluarkan Pernyataan Terbuka sebagaimana diatur dalam Peraturan Dewan Pers Nomor 03/Peraturan-DP/VII/2017.
Dengan dikabulkannya eksepsi Tempo terkait kompetensi absolut, majelis hakim menyatakan tidak berwenang mengadili perkara ini dan menghukum penggugat untuk membayar biaya perkara.
LBH Pers menilai gugatan ini merupakan bentuk Strategic Lawsuit Against Public Participation (SLAPP), yaitu upaya hukum yang bertujuan untuk membungkam kritik publik dan melemahkan fungsi kontrol sosial media. Dalam konteks pers, tindakan seperti ini juga dikenal sebagai Unjustified Lawsuit Against Press (ULAP), yang dianggap sebagai serangan terhadap kemerdekaan pers.
“Putusan ini harus dipahami sebagai pengingat bahwa pers tidak boleh diintimidasi oleh kekuasaan, dan bahwa Dewan Pers adalah satu-satunya lembaga yang berwenang atas sengketa pemberitaan,” tutup LBH Pers dalam pernyataannya. (Redaksi)