Diduga Ditipu Rp 10 Juta, Ibu Penjual Kasur di Sikka Terancam Kehilangan Modal Usaha: “Saya Cuma Ingin Membantu”

Bagikan Artikel

Sikka, Bonarinews.com – Niat baik seorang ibu rumah tangga di Kabupaten Sikka untuk menolong sesama justru berujung petaka. Navriani (33), seorang penjual kasur yang sudah menetap di Bebeng, Kecamatan Alok Barat sejak tahun 2010, kini terancam kehilangan modal usaha setelah diduga ditipu oleh seseorang yang ia bantu.

Sehari-hari, Navriani menjual kasur lantai, kelambu, sprei, selimut karakter hingga selimut rajut dari rumahnya. Usaha kecil ini menjadi tumpuan hidup bagi dirinya, suami, dan empat anak mereka. Sang suami, Darwis, bahkan harus menempuh rute berliku melewati bukit untuk mengantarkan pesanan hanya dengan sepeda motor.

Namun ketekunan dan kerja keras itu kini goyah, setelah ia meminjamkan uang Rp 12 juta kepada seorang perempuan bernama Wahyuni, yang datang dengan air mata meminta bantuan.

“Dia bilang butuh biaya untuk administrasi seleksi, saya kasihan. Saya pikir saya bantu, siapa tahu ada rejeki buat dia juga,” ungkap Navriani dengan suara lirih.

Cicilan Mandek, Jaminan Hanya STRB

Sejak pinjaman diberikan pada 23 Juli 2025, Wahyuni baru mengembalikan uang Rp 2 juta melalui empat kali transfer sebesar Rp 500.000. Masih tersisa Rp 10 juta yang belum dibayarkan. Tak ada kabar lanjutan, kecuali alasan-alasan baru setiap kali ditagih.

Surat Tanda Registrasi Bidan (STRB) menjadi satu-satunya jaminan yang dipegang Navriani. Namun ia mengaku tak yakin dokumen itu dapat melindungi haknya secara hukum.

“Tiap tanya, jawabnya nanti pinjam koperasi, nanti SK PPPK keluar. Tapi sampai sekarang tidak ada,” ujarnya geram.

Sementara itu, wahyuni mengklarifikasi bahwa ia tidak pernah memastikan tanggal keluarnya SK PPPK seperti yang dituduhkan. Ia menyebut hanya mengutip informasi dari teman-temannya.

Modal Usaha Tersendat, Keluarga Terpuruk

Usaha kasur yang dibangun dengan susah payah sejak 2020 itu kini terancam. Sementara biaya hidup terus berjalan. Anak-anak mereka, Sifa (13), Salfa (9), Salfina (6), dan Salsa (2), tetap membutuhkan nafkah dan pendidikan.

“Kadang kasur dipikul pakai motor naik turun gunung, tapi tetap kami jalani. Karena hanya itu yang kami bisa,” cerita Darwis.

Meski begitu, keluarga sederhana ini dikenal rendah hati dan suka membantu tanpa pamrih.

“Kalau ada rejeki lebih, kami bantu orang. Tapi kalau seperti ini, kami juga bingung harus bagaimana,” kata Navriani.

Lapor Polisi, Harap Ada Kepastian

Merasa bersabar sudah cukup, Navriani berencana melapor ke Polres Sikka. Ia menegaskan langkahnya bukan karena dendam, tapi ingin mencari keadilan agar modal usahanya tidak musnah begitu saja.

Dikonfirmasi terpisah, Kepala BKD Kabupaten Sikka, Yell Da Cunha, memastikan bahwa hingga kini belum ada jadwal resmi penerbitan SK PPPK. Ia menegaskan bahwa masalah ini murni persoalan pribadi antara dua pihak dan tidak terkait urusan kepegawaian.

Kasus ini menjadi pengingat bahwa kebaikan tetap harus dibarengi kehati-hatian. Di tengah kerasnya hidup, ketulusan seperti Navriani sering kali tidak berbarengan dengan kejujuran orang lain. (Faidin)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *