Bonarinews.com, SIKKA – Di antara deretan rumah sederhana di Kelurahan Wolomarang, Kecamatan Alok Barat, tampak seorang perempuan sibuk menata tumpukan kasur lantai warna-warni di depan rumahnya. Tangan mungilnya lincah merapikan satu per satu kasur, sementara senyum ramah tak pernah lepas dari wajahnya setiap kali warga melintas.
Dialah Navriani (33), ibu rumah tangga asal Bugis Sengkang, Makassar, yang telah menetap di Bebeng, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur sejak 2010.
Bagi sebagian orang, kasur hanyalah pelengkap rumah tangga. Namun bagi Navriani, kasur adalah sumber kehidupan—tumpuan harapan bagi keluarganya untuk terus bertahan dan melangkah.
Bersama suaminya, Darwis, ia menekuni usaha penjualan kasur lantai sejak 2020. Awalnya, pasangan ini hanya menjadi pekerja bantu di usaha milik orang lain. Namun, dorongan untuk mandiri membuat keduanya nekat mengambil langkah besar: mengambil alih usaha itu tanpa modal besar, hanya berbekal kepercayaan dan tekad kuat.
“Awalnya kami ambil alih usaha kasur, waktu itu tanpa modal besar. Cuma modal kepercayaan, niat, dan tekad saja,” kata Navriani tersenyum, saat ditemui di rumah pinjaman milik kerabatnya, Rabu 22 Oktober 2025.
Kasur yang mereka beli seharga Rp150.000 dijual kembali dengan harga Rp200.000 hingga Rp250.000. Dari selisih itulah mereka bertahan hidup dan menyekolahkan keempat anaknya: Sifa (13), Salfa (9), Salfina (6), dan si bungsu Salsa (2) yang masih setia menemani sang ibu di rumah.
Namun perjalanan mereka tidak mudah. Setiap hari, Darwis harus menempuh jalan terjal menuju daerah pegunungan untuk mengantar pesanan kasur. Dengan motor sederhana, ia melawan panas dan hujan demi membawa pulang rezeki.
“Kadang kasur diangkut pakai motor, jalan naik turun, tapi mau bagaimana lagi. Itu satu-satunya cara supaya bisa jual dan bawa pulang rejeki,” ujar Navriani lirih.
Selain kasur, mereka juga menjual seprei, selimut karakter, selimut rajut, hingga kelambu dengan harga terjangkau:
- Sprei: Rp250.000/lembar
- Selimut karakter: Rp100.000/lembar
- Selimut rajut: Rp150.000/lembar
- Kelambu: Rp170.000/lembar
Uniknya, usaha kecil ini tak hanya berputar pada uang tunai. Navriani juga membuka sistem barter, di mana warga bisa menukar produk dengan sarung atau kain tenun lokal.
“Kalau ada yang tidak punya uang, bisa tukar pakai sarung tenun. Yang penting sama-sama untung, sama-sama senang,” ujarnya ringan.
Kain hasil barter itu kemudian dijual kembali ke Makassar. Di sana, tenun khas NTT justru menjadi barang bernilai tinggi karena keunikannya. “Kalau sudah terkumpul banyak, biasanya saya kirim ke Makassar. Di sana banyak yang suka kain tenun dari sini,” tutur Navriani bangga.
Meski penghasilan mereka tak besar, Navriani dan Darwis dikenal dermawan. Mereka tak segan membantu tetangga yang kesulitan, meski diri sendiri juga hidup pas-pasan.
“Kami cuma mau hidup baik, bantu orang kalau bisa. Kalau rejeki ada, ya kita bagi,” katanya tulus.
Kini, Navriani masih menyimpan mimpi besar: memiliki kendaraan sendiri agar bisa memperluas jangkauan usahanya ke kota Maumere dan bekerja sama dengan toko-toko di sana.
Di tengah kerasnya hidup di tanah rantau, kisah sederhana Navriani dan Darwis adalah cermin keteguhan hati. Mereka membuktikan bahwa keberanian untuk memulai, meski tanpa modal besar, bisa menjadi langkah awal menuju kehidupan yang lebih baik.
Dari Bebeng, sepasang suami istri asal Bugis ini menuliskan kisah kecil tentang kerja keras, cinta, dan keikhlasan—tiga hal yang membuat hidup mereka tetap hangat, seperti kasur lantai yang mereka jual setiap hari. (Redaksi)