Demam, Batuk, dan Sesak Napas Meningkat di Sumut, Dinkes Pastikan Bukan Flu Burung atau Covid-19

Bagikan Artikel

Bonarinews.com, MEDAN — Kasus demam, batuk, dan sesak napas di Sumatera Utara mengalami peningkatan signifikan sepanjang tahun 2025. Data Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Sumut mencatat, sejak Januari hingga September 2025 telah terjadi 669.835 kasus infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), naik sekitar 15 persen dibanding periode yang sama tahun lalu.

Lonjakan ini membuat Dinkes Sumut bersiap mengeluarkan surat edaran kewaspadaan dini ke seluruh kabupaten dan kota. Langkah tersebut diambil sebagai upaya memperkuat deteksi dini dan kesiapsiagaan fasilitas kesehatan agar kasus tidak berkembang menjadi kejadian luar biasa (KLB).

Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinkes Sumut, Novita Rohdearni Saragih, mengatakan surat edaran itu akan menjadi panduan bagi pemerintah daerah dan rumah sakit. “Surat edaran ini sebagai pengingat agar kabupaten, kota, dan rumah sakit tetap waspada serta memperkuat sistem surveilans,” ujarnya kepada wartawan, Selasa (21/10).

Novita menegaskan, meski jumlah kasus meningkat, sebagian besar tergolong ringan dan bukan termasuk flu burung maupun Covid-19. “Masyarakat tidak perlu panik. Yang penting tetap menjaga daya tahan tubuh dan menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS),” jelasnya.

Dalam surat edaran yang tengah menunggu pengesahan dari Kementerian Kesehatan, Dinkes Sumut menekankan beberapa langkah penting. Dinas kesehatan kabupaten/kota diminta:

  1. Memantau situasi ISPA secara rutin melalui kanal resmi pemerintah.
  2. Meningkatkan surveilans dan pelaporan melalui sistem SKDR serta sentinel ILI-SARI.
  3. Melapor ke PHEOC dalam waktu 24 jam jika ditemukan indikasi KLB.
  4. Melakukan penyelidikan epidemiologi terhadap lonjakan kasus.
  5. Mengintensifkan kampanye PHBS, cuci tangan pakai sabun (CTPS), dan penggunaan masker.

Sementara itu, rumah sakit dan fasilitas kesehatan diminta memperkuat pelaporan kasus ISPA, ILI-SARI, pneumonia, dan Covid-19, khususnya bagi fasilitas rujukan.

Meski langkah ini dinilai tepat, sejumlah pihak mempertanyakan kesiapan infrastruktur kesehatan di daerah untuk menanggapi lonjakan kasus tersebut. Pengalaman pandemi Covid-19 menunjukkan bahwa lemahnya koordinasi antarinstansi sering membuat penanganan di lapangan berjalan lambat.

Dengan datangnya musim hujan, tantangan bagi pemerintah daerah dan tenaga medis semakin besar. Penguatan sistem pelaporan dan respons cepat menjadi kunci untuk mencegah penyebaran lebih luas. Tanpa langkah nyata di lapangan, surat edaran kewaspadaan hanya akan menjadi formalitas tanpa perlindungan nyata bagi masyarakat. (Redaksi)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *