Bonarinews.com | Halaban – Ratusan warga dari sembilan dusun di sekitar kawasan Paloh Paser menggelar pertemuan di aula Kantor Desa Halaban untuk menyampaikan penolakan keras terhadap rencana alih fungsi lahan di wilayah mereka. Pertemuan yang berlangsung hangat dan tegas ini diduga dipicu oleh kekhawatiran masyarakat terhadap dampak lingkungan, sosial, dan ekonomi yang mungkin timbul akibat pengubahan fungsi lahan.
Sembilan dusun yang terlibat dalam pertemuan tersebut antara lain Dusun Paloh Paser, Dusun Bukit Karang, Dusun Halban Keude, Dusun Tungkam Sakti, Dusun 2 Tungkam Sakti, Dusun Pangkalan Siata, Dusun Tualang Bungkuk, Dusun Bukit Selamat, dan Lingkungan 8 stasiun Besitang,Kelurahan Bukit kubu
Dalam rekaman video yang beredar, seorang perwakilan nelayan Dusun Paloh Paser dengan lantang menyampaikan penolakan terhadap segala bentuk program alih fungsi lahan yang berpotensi masuk ke wilayah Paloh Paser maupun dusun-dusun sekitarnya.
“Apabila ada program untuk alih fungsi, jangan coba-coba dibawa masuk ke Paloh Paser ataupun ke dusun kami,” ujarnya, yang disambut tepuk tangan dan sorak dukungan dari seluruh peserta pertemuan.
Dukung Konservasi, Tolak Pengrusakan
Sebaliknya, masyarakat menegaskan dukungan penuh terhadap program yang bertujuan untuk konservasi lingkungan.
“Kalau untuk penghijauan, perawatan hutan mangrove, masyarakat dan nelayan siap mendukung,” tambahnya, menegaskan kesiapan warga berpartisipasi dalam kegiatan pelestarian seperti penanaman dan perawatan hutan mangrove.
Kehadiran seorang pria berseragam militer atau aparat keamanan di awal pertemuan menunjukkan adanya keterlibatan pihak berwenang dalam upaya mediasi maupun pengawasan jalannya musyawarah tersebut.
Lahan 20 Hektare Bukan Mangrove
Menanggapi isu tersebut, Kepala Desa Bukit Selamat, Arko Sagala, memberikan keterangan terpisah mengenai objek lahan yang menjadi polemik.
Menurut Arko Sagala, lahan yang dimaksud memiliki luas sekitar 20 hektare dan bukan merupakan lahan mangrove. Klarifikasi ini memberikan konteks bahwa isu alih fungsi kemungkinan terkait dengan jenis lahan lain di kawasan tersebut, meskipun masyarakat menyoroti pentingnya perlindungan ekosistem mangrove.
Pertemuan yang melibatkan perwakilan dari sembilan dusun ini menunjukkan adanya konsensus dan resistensi kolektif masyarakat terhadap rencana alih fungsi lahan yang dikhawatirkan dapat menimbulkan dampak negatif terhadap kelestarian lingkungan dan mata pencaharian warga setempat. (Rajali)