Bonarinews.com, Medan – Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Sumatera Utara mengecam rencana Dinas Pendidikan Kota Pematang Siantar yang ingin membina pelajar nakal di barak militer. Konsep ini muncul saat rapat kerja Komisi II DPRD bersama Disdik Kota Pematang Siantar, kemarin.
Menurut KontraS, TNI bukan lembaga untuk mendidik anak, apalagi di ranah sipil. Mengirim pelajar ke barak militer justru berpotensi menanamkan budaya kekerasan, bukan disiplin. Lembaga ini juga menyoroti beberapa kasus kekerasan prajurit TNI terhadap anak, termasuk kematian pelajar berinisial MAF (13) di Serdang Bedagai dan MHS (15) di Deli Serdang. Sepanjang Juni 2024 hingga Juni 2025, setidaknya enam peristiwa kekerasan oleh TNI di Sumut tercatat oleh KontraS.
“Fungsi TNI tidak diperuntukkan untuk mendidik anak, apalagi di ranah sipil. Mengirim pelajar ke barak militer bukan hanya salah kaprah, tapi berisiko menanamkan budaya kekerasan yang justru akan merugikan anak,” tegas Adhe Junaedy, Staf Kampanye dan Opini Publik Badan Pekerja KontraS Sumut, Selasa (16/9/2025).
KontraS menilai pendekatan militeristik tidak menyelesaikan akar masalah kenakalan pelajar. Alih-alih mendidik, penempatan anak di barak militer bisa memberi stigma negatif dan dampak psikologis yang membahayakan kesehatan mental anak.
Secara hukum, program ini juga dipertanyakan. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU 20/2003) tidak mengatur penggunaan barak militer sebagai sarana pembinaan pelajar. Penanganan anak dengan perilaku menyimpang seharusnya mengacu pada Undang-Undang Perlindungan Anak dan prinsip pendidikan yang demokratis, berkeadilan, dan menghormati HAM.
“Kita berharap pemerintah daerah mencari solusi yang lebih bijak, yang memerhatikan hak anak dan melibatkan orang tua dalam proses pembinaan. Jangan sampai pendekatan militeristik justru memperburuk kondisi psikologis mereka,” tambah Adhe Junaedy.
KontraS menyerukan Dinas Pendidikan Pematang Siantar membatalkan rencana ini dan mendorong lembaga negara seperti KPAI, Komnas Perempuan, dan Komnas HAM untuk menanggapi secara serius rencana tersebut. (Redaksi)