Bonarinews.com, Jakarta – Polemik muncul setelah Tentara Nasional Indonesia (TNI) berencana melaporkan Ferry Irwandi, CEO Malaka Project dan pegiat media sosial, atas dugaan pencemaran nama baik TNI. Langkah ini langsung menuai kritik keras dari berbagai lembaga bantuan hukum dan organisasi hak asasi manusia. Mereka menilai tindakan TNI bisa dianggap kriminalisasi terhadap kebebasan berpendapat dan berpotensi mengancam demokrasi.
Muhammad Isnur, Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), menegaskan bahwa TNI tidak memiliki hak hukum untuk melaporkan pencemaran nama baik. “Hanya individu yang bisa mengajukan laporan pencemaran nama baik. Upaya ini bertentangan dengan konstitusi,” katanya.
Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) dan beberapa organisasi sipil juga menilai langkah TNI sebagai intimidasi terhadap warga yang menyuarakan kritik. Bahkan Komandan Satuan Siber Mabes TNI yang datang ke Polda Metro Jaya dianggap memperkuat kesan tekanan terhadap warga sipil.
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, menambahkan bahwa tugas militer seharusnya fokus pada pertahanan negara, bukan urusan hukum sipil. “Keterlibatan militer dalam urusan warga sipil melemahkan kebebasan berpendapat,” katanya.
Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) juga mengingatkan Presiden Prabowo Subianto agar mengawasi TNI agar tidak melampaui wewenang. “Jika tidak dikendalikan, langkah seperti ini bisa menjadi preseden buruk bagi demokrasi dan hak asasi manusia,” ujar juru bicara ICJR.
Indonesia Police Watch (IPW) menegaskan, laporan TNI terhadap Ferry Irwandi tidak memiliki dasar hukum. Ketua IPW, Sugeng Teguh Santoso, meminta polisi menghentikan proses hukum karena aduan tersebut tidak sah secara hukum.
Selain itu, anggota Komisi I DPR RI, TB Hasanuddin, meminta TNI menjelaskan dugaan pelanggaran yang dilakukan Ferry, sekaligus mengingatkan bahwa pencemaran nama baik hanya bisa diproses jika menyasar individu, bukan lembaga negara.
Ferry Irwandi sendiri menyatakan kesiapannya menghadapi proses hukum, tetapi menegaskan menolak segala bentuk pembungkaman atas kebebasan berpendapat. “Kebebasan berekspresi adalah hak setiap warga negara. Saya tidak akan mundur dalam menyuarakan kebenaran,” kata Ferry.
Kasus ini menjadi perhatian publik karena menunjukkan kekhawatiran bahwa TNI bisa melampaui wewenang dan mengancam prinsip demokrasi. Banyak pihak menekankan agar TNI fokus pada tugas utama menjaga kedaulatan negara dan kebebasan berpendapat tetap dijaga sebagai pijakan demokrasi. (Redaksi)