Menemukan Kembali Makna Kemerdekaan di Tengah Kegembiraan Sederhana

Bagikan Artikel

Momen perayaan kemerdekaan Indonesia selalu membawa kenangan tersendiri bagi setiap orang. Pada perayaan yang ke-79 tahun ini, saya kembali diingatkan akan makna kebersamaan dan kegembiraan yang sering kali terabaikan di tengah kesibukan sehari-hari.

Tahun ini, saya menjalani hari-hari peringatan 17 Agustus dengan berbagai aktivitas yang berbeda. Jumat malam, saya mengikuti Taptu, sebuah tradisi pawai obor yang berlangsung di sepanjang Jalan Imam Bonjol. Dengan kamera di tangan, saya mengabadikan momen-momen para peserta yang penuh semangat memulai perjalanan mereka dari depan Kantor Gubernur Sumatera Utara hingga berakhir di Taman Makam Pahlawan di Jalan Sisingamangaraja, Kota Medan. Ada perasaan haru yang menyelimuti ketika melihat bagaimana obor-obor yang menyala tersebut menghormati jasa para pahlawan yang telah berjuang demi kemerdekaan bangsa ini.

Keesokan paginya, saya kembali berada di Aula Tengku Rizal Nurdin, Rumah Dinas Gubernur Sumatera Utara, untuk mengikuti upacara peringatan hari kemerdekaan. Suasana khidmat begitu terasa, namun sorenya suasana berubah lebih semarak. Pawai kendaraan hias yang digelar di depan Kantor Gubernur memadati jalanan dengan kehadiran ribuan masyarakat. Banyak instansi, dinas, dan lembaga turut serta menampilkan kreasi mereka. Kendaraan-kendaraan alat pertahanan negara dan pengamanan dari kepolisian serta militer menjadi pusat perhatian, terutama bagi anak-anak dan remaja yang antusias menyaksikan alutsista tersebut.

Namun, di tengah hiruk-pikuk dan keindahan pawai tersebut, ada perasaan hampa yang saya rasakan. Mungkin karena acara itu terlalu formal dan jauh dari interaksi yang memberi kesan mendalam. Barulah keesokan harinya, saat saya menyaksikan lomba panjat pinang di sekitar pintu masuk Pasar Induk Tuntungan, saya merasakan kembali semangat kemerdekaan yang autentik dan menyentuh hati.

Di sana, saya melihat bagaimana sekelompok remaja berjuang bahu-membahu untuk mencapai puncak pinang dan meraih bendera, mengalahkan kelompok yang lebih tua. Setiap langkah yang mereka ambil disertai dengan sorak-sorai dan tepuk tangan dari masyarakat yang menyaksikan. Kegembiraan meluap ketika akhirnya mereka berhasil, dan hadiah yang mereka terima seakan menjadi penanda kemenangan bersama.

Momen ini membawa saya kembali ke masa-masa di bangku SMP, saat perayaan 17 Agustus selalu menjadi hari yang dinanti. Di kampung, kemerdekaan dirayakan dengan sederhana, namun penuh kebahagiaan. Ada upacara di lapangan Pelabuhan Balige, pawai keliling kota, dan tentunya lomba panjat pinang yang selalu menjadi puncak acara. Di sana, bersama teman-teman sekolah, saya merasakan euforia kemerdekaan yang nyata, momen yang penuh dengan kegembiraan tanpa syarat.

Perayaan 17 Agustus bagi anak-anak kampung seperti saya bukan hanya tentang libur sekolah atau kegiatan seremonial. Ini adalah tentang kebersamaan, tentang merayakan kebebasan dengan cara yang sederhana namun sarat makna. Kegembiraan itu, meski hanya sesaat, menjadi pengingat akan pentingnya nilai kebersamaan yang kini sering kali tergerus oleh rutinitas dan formalitas. Tahun ini, meski sempat merasa kehilangan makna di tengah gemerlapnya acara resmi, saya kembali menemukan esensi kemerdekaan di senyum dan tawa mereka yang merayakannya dengan sepenuh hati. (BN-01)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *