Jakarta, Bonarinews.com– Kasus korupsi pada proyek Tol Jakarta-Cikampek II atau Tol Layang MBZ periode 2016-2017 kembali mencuat ke permukaan, memicu perhatian besar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat. Pada 30 Juli 2024, majelis hakim memutuskan bahwa Djoko Dwijono, mantan Direktur Utama PT Jasamarga Jalanlayang Cikampek (JJC), terbukti bersalah dalam kasus korupsi yang menyebabkan kerugian negara mencapai Rp 510 miliar.
Kasus ini mengungkap manipulasi dalam proses lelang dan pelaksanaan proyek yang menguntungkan konsorsium KSO Waskita-Acset. Proyek Tol MBZ, yang seharusnya mengurangi kemacetan di ruas Cikunir-Karawang Barat, malah menjadi simbol dari kegagalan integritas dalam pelaksanaan proyek infrastruktur nasional.
Putusan Pengadilan dan Respons Publik
Djoko Dwijono divonis 3 tahun penjara dan dikenakan denda Rp 250 juta. Namun, putusan ini menimbulkan berbagai tanggapan di masyarakat. Sebagian menilai hukuman tersebut tidak sebanding dengan besarnya kerugian negara, sementara lainnya mengapresiasi majelis hakim yang mempertimbangkan perilaku sopan Djoko selama persidangan. Perdebatan ini mencerminkan harapan publik agar sistem peradilan lebih tegas dalam menangani kasus-kasus korupsi besar.
Dampak pada Proyek Infrastruktur dan Kepercayaan Publik
Selain persoalan korupsi, proyek Tol MBZ juga mendapat sorotan terkait kualitas konstruksinya. Meskipun telah dinyatakan layak fungsi dan operasi, kepercayaan publik terhadap proyek ini telah terguncang. Transparansi dalam proses pengadaan dan pelaksanaan proyek infrastruktur kini menjadi tuntutan utama untuk memastikan bahwa dana publik digunakan secara efektif dan efisien.
Kesimpulan
Kasus korupsi proyek Tol MBZ menegaskan pentingnya integritas dan transparansi dalam pembangunan infrastruktur publik. Penegakan hukum yang adil dan tegas diharapkan dapat mencegah terulangnya kasus serupa di masa depan, serta memastikan bahwa pembangunan infrastruktur nasional memberikan manfaat maksimal bagi masyarakat.
Penulis: Priskila Theodora