Kuningan, Bonarinews.com — Teknologi kecerdasan buatan kini tidak lagi hanya berbicara soal ruang digital dan industri modern. Di Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, teknologi Generative Artificial Intelligence (GenAI) justru dibawa langsung ke kandang sapi perah untuk membantu peternak meningkatkan manajemen usaha sekaligus memperkuat pencegahan Penyakit Mulut dan Kuku (PMK).
Tim pengabdian masyarakat IPB University menggelar pelatihan pemanfaatan GenAI bagi peternak sapi perah pada 2–4 September 2025. Kegiatan yang diketuai Lailan Sahrina Hasibuan ini diikuti 50 peserta yang terdiri dari pengurus koperasi, karyawan, dan anggota koperasi peternakan sapi perah di Kabupaten Kuningan.
Pelatihan diawali dengan penguatan pemahaman tentang biosekuriti sebagai langkah awal mencegah PMK di tingkat peternak. Para peserta dikenalkan pada prinsip sederhana yang mudah diterapkan dalam aktivitas harian, yakni memisahkan ternak, menjaga kebersihan kandang, serta melakukan desinfeksi secara rutin. Tiga langkah tersebut ditekankan sebagai fondasi penting untuk memutus rantai penularan penyakit menular pada ternak.
Memasuki sesi berikutnya, tim IPB memperkenalkan pemanfaatan GenAI berbasis Meta yang umumnya telah tersedia di telepon genggam para peserta. Materi pelatihan difokuskan pada cara berkomunikasi efektif dengan GenAI melalui penyusunan prompt atau perintah yang tepat. Peserta diajak memahami bahwa kualitas jawaban GenAI sangat ditentukan oleh seberapa jelas dan spesifik perintah yang diberikan.
Dalam pelatihan itu ditunjukkan perbedaan hasil antara prompt yang terlalu umum dan prompt yang terarah. Pertanyaan luas seperti “bagaimana cara mengelola peternakan sapi” dinilai kurang efektif karena menghasilkan jawaban yang tidak fokus. Sebaliknya, perintah yang lebih rinci dan kontekstual mampu memberikan panduan manajemen yang lebih relevan dan mudah dipahami oleh peternak skala kecil.
Lailan menekankan bahwa GenAI bukan pengganti peran pakar atau tenaga ahli. Teknologi ini diposisikan sebagai alat bantu untuk memperluas akses pengetahuan, terutama dalam aspek manajemen harian. Untuk hal-hal krusial seperti pengobatan, formulasi pakan, penggunaan hormon, dan manajemen reproduksi, peternak tetap harus berkonsultasi dengan dokter hewan atau tenaga profesional. Namun, untuk pencatatan data, kebersihan kandang, administrasi sederhana, serta penerapan biosekuriti dasar, GenAI dinilai cukup membantu.
Evaluasi kegiatan dilakukan pada Desember 2025 dengan mengukur perubahan dalam pengelolaan peternakan dan produksi susu. Hasilnya menunjukkan adanya peningkatan literasi peternak dalam manajemen usaha. Dari sisi kualitas, susu yang dihasilkan dari kandang dengan penerapan biosekuriti lebih baik memiliki kadar air di bawah batas maksimal Standar Nasional Indonesia, yakni 87 persen. Kepadatan ternak menjadi salah satu faktor biosekuriti yang paling berpengaruh terhadap kualitas susu.
Lailan bersama tim peneliti IPB, Verika Armansyah Mendrofa dan Aziz Kustiyo, menilai kegiatan pengabdian ini mencerminkan peran strategis perguruan tinggi dalam mendorong inovasi di sektor peternakan. Kolaborasi antara akademisi, industri, dan pemerintah—yang dikenal sebagai konsep triple helix—dipandang penting untuk meningkatkan daya saing peternak sapi perah sekaligus memperkuat ketahanan sektor pangan nasional. (Redaksi)