Cegah Stunting dari Lingkungan Terdekat

Bagikan Artikel

Oleh: Mairani Brigita & Agnes Agatha

Masalah stunting masih menjadi tantangan besar bagi kesehatan anak di Indonesia. Survei Status Gizi Indonesia 2024 mencatat prevalensi stunting nasional memang menurun menjadi 19,8 persen, namun angka tersebut tetap merepresentasikan sekitar 4,4 juta balita yang mengalami gangguan pertumbuhan. Fakta ini menunjukkan, stunting belum dapat dipandang sebagai persoalan yang hampir selesai. Sebaliknya, ia masih menjadi krisis kesehatan yang nyata dan membutuhkan perhatian serius serta upaya berkelanjutan.

Persoalan stunting juga tidak hanya terjadi di wilayah tertinggal. Di DKI Jakarta, daerah dengan akses layanan kesehatan yang relatif lebih baik, prevalensi stunting pada balita masih berada di angka sekitar 17,2 persen. Kondisi ini menegaskan, stunting di kawasan perkotaan memiliki kompleksitas tersendiri.

Berbagai penelitian menunjukkan, stunting di kota besar sering berkaitan dengan ketimpangan sosial ekonomi, pola asuh yang kurang tepat, kualitas konsumsi pangan, serta rendahnya literasi gizi dalam keluarga. Dengan demikian, penanganan stunting di perkotaan tidak cukup mengandalkan layanan kesehatan semata, melainkan memerlukan pendekatan edukatif yang menyentuh keseharian masyarakat.

Berangkat dari situasi tersebut, intervensi pencegahan stunting perlu diarahkan tidak hanya pada aspek kuratif, tetapi juga pada upaya preventif sejak dini. Salah satu pendekatan yang dinilai efektif adalah psikoedukasi.

Pendekatan ini tidak sekadar menyampaikan informasi, melainkan mendorong perubahan cara pandang, sikap, dan kebiasaan yang berkaitan dengan tumbuh kembang anak. Kesadaran inilah yang melatarbelakangi keterlibatan mahasiswa Psikologi Universitas Kristen Krida Wacana (UKRIDA) dalam kegiatan psikoedukasi mengenai stunting pada masa pertumbuhan anak.

Fokus utama kegiatan ini diarahkan kepada para ibu. Berbagai kajian menegaskan, ibu memegang peran sentral dalam pencegahan stunting sejak fase awal kehidupan anak. Ibu berperan dalam menentukan kualitas asupan gizi, praktik pemberian makan, perawatan kesehatan, hingga stimulasi perkembangan anak. Karena itu, peningkatan pengetahuan dan kesadaran ibu melalui pendekatan edukatif menjadi strategi yang relatif efektif dan berkelanjutan dalam menurunkan risiko stunting.

Kegiatan psikoedukasi bertajuk “Cegah Stunting Sejak Dini!” ini dilaksanakan di RPTRA Taman Apel, Tanjung Duren, Jakarta Barat. Program ini digagas dan dijalankan oleh dua mahasiswa Psikologi UKRIDA, Mairani Brigita Kristine dan Agnes Agatha. Rangkaian kegiatan berlangsung dalam tiga pertemuan yang dirancang secara bertahap dan kontekstual.

Pada pertemuan pertama, dilakukan observasi dan wawancara terhadap ibu-ibu serta anak-anak yang beraktivitas di RPTRA. Dari proses ini terungkap kebiasaan yang berpotensi meningkatkan risiko stunting, seperti pemberian uang jajan secara bebas, konsumsi jajanan rendah gizi, serta kecenderungan memilih makanan instan sebagai bekal anak. Sejumlah ibu juga mengaku belum memahami pentingnya asupan protein dan mengeluhkan masalah pencernaan pada anak.

Temuan lapangan tersebut menjadi dasar penyusunan materi psikoedukasi pada pertemuan berikutnya. Pertemuan kedua menjadi inti kegiatan, di mana materi mengenai stunting dan gizi anak disampaikan kepada 12 orang ibu yang sedang menunggu anak-anak mereka mengikuti kegiatan belajar di RPTRA.

Penyampaian dilakukan secara interaktif dan komunikatif, dengan gaya bercerita dan obrolan santai agar mudah dipahami dan tidak terkesan menggurui. Pendekatan ini disesuaikan dengan karakteristik peserta, sehingga suasana diskusi terasa cair dan partisipatif. Sejumlah ibu menyatakan bahwa materi yang disampaikan sangat relevan dengan pengalaman mereka sehari-hari dalam mengasuh dan memberi makan anak.

Pertemuan ketiga menjadi ruang refleksi sekaligus penutup rangkaian kegiatan. Para ibu diajak berbagi pemahaman dan perubahan sudut pandang setelah mengikuti psikoedukasi. Pada sesi ini juga diberikan penguatan singkat mengenai pentingnya gizi seimbang, terutama peran protein dalam mendukung pertumbuhan dan kesehatan anak.

Sebagai bentuk aksi sosial, penyelenggara membagikan buah jeruk kepada 11 anak yang teridentifikasi mengalami stunting dan mengikuti kegiatan di RPTRA Taman Apel. Pemberian buah ini dimaknai sebagai ajakan sederhana namun konkret untuk membiasakan konsumsi makanan sehat sejak dini.

Hasil sesi berbagi menunjukkan adanya peningkatan kesadaran di kalangan ibu. Beberapa di antaranya mengaku baru memahami dampak jangka panjang kekurangan protein dan mulai merefleksikan kebiasaan lama, seperti ketergantungan pada makanan instan dan pemberian uang jajan tanpa kontrol. Meski perubahan tersebut masih berada pada tahap awal, pergeseran cara pandang ini menjadi modal penting dalam upaya pencegahan stunting di tingkat keluarga.

Pengalaman di RPTRA Taman Apel menunjukkan, upaya pencegahan stunting dapat dimulai dari lingkungan terdekat melalui pendekatan berbasis komunitas. Psikoedukasi tidak hanya berfungsi sebagai sarana peningkatan literasi gizi, tetapi juga sebagai ruang dialog yang membangun kesadaran dan mendorong perubahan perilaku secara bertahap.

Bagi mahasiswa, kegiatan ini menjadi bentuk nyata pengabdian kepada masyarakat, sekaligus pengingat bahwa persoalan kesehatan anak tidak dapat dilepaskan dari dimensi sosial dan psikologis. Ke depan, inisiatif serupa perlu diperluas agar semakin banyak keluarga tersentuh dan upaya pencegahan stunting dapat berjalan lebih inklusif dan berkelanjutan.

Penulis adalah Tim Mahasiswa Universitas Kristen Krida Wacana (UKRIDA), Jakarta, Program Studi Psikologi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *