Bencana Tapanuli, Brimob Polda Sumut Menembus Lumpur, Memanggul Bantuan Bagi Warga Purba Tua yang Terisolir

Bagikan Artikel

Taput, Bonarinews.com — Banjir bandang dan longsor mengguncang Tapanuli Raya sejak Senin 24 November 2025. Dalam beberapa hari berikutnya, curah hujan yang terus mengguyur menyebabkan sungai meluap, tebing longsor, dan infrastruktur penting terputus. Dampaknya luar biasa — jalan-jalan berubah jadi sungai lumpur, desa-desa di lereng bukit tak bisa diakses, dan ribuan warga mendadak kehilangan akses ke makanan, air bersih, listrik, jaringan komunikasi serta kebutuhan dasar lainnya.

Polda Sumut merilis data, dari 24–29 November 2025 tercatat 488 kejadian bencana alam di 21 daerah. Total korban sudah mencapai 1.076 jiwa, dengan 147 orang meninggal dunia, 32 luka berat, 722 luka ringan, dan 174 orang masih dalam pencarian, serta sebanyak 28.427 jiwa mengungsi.

Di tengah angka-angka itu, ada potret perjuangan yang jauh sorotan media, yakni — kerja keras yang dilakukan oleh pasukan polisi.

Banjir dan longsor di Kecamatan Purba Tua, Tapanuli Utara, telah memutus jalan, mengisolasi desa, dan membuat warga kekurangan makanan, air bersih internet, serta kebutuhan dasar. Dalam kondisi yang serba tidak pasti itu, kehadiran polisi—khususnya pasukan Brimob Polda Sumut—menjadi salah satu hal yang benar-benar terasa manfaatnya bagi warga di sana.

Pada Jumat 28 November 2025, pagi satu SST (Satuan Setingkat Peleton) Brimob Batalyon B—sekitar 30 personel—menggelar apel kesiapan sebelum diterjunkan ke wilayah terdampak. Mereka dipimpin oleh AKP Achmad Fachri dan Ipda Sanday Murdani. Perlengkapan yang dibawa lengkap: helm SAR, perahu karet, tenda lapangan, alat medis, dan berbagai jenis logistik.

Informasi awal menyebutkan beberapa desa belum terjangkau bantuan. Namun ketika pasukan brimob ini tiba di lokasi, kenyataan di lapangan jauh lebih berat. Longsor menutup jalan sepenuhnya. Jalur tanah berubah menjadi kubangan lumpur. Bahkan sebagian akses hilang tersapu air, sehingga tidak ada kendaraan—baik motor maupun mobil—yang bisa lewat.

Tidak ada pilihan lain. Mereka memutuskan membawa bantuan secara manual. Satu per satu anggota peleton memanggul dus berisi sembako, menenteng air mineral, hingga menggendong paket makanan siap saji. Mereka berjalan kaki menyusuri jalur yang licin, sambil memastikan setiap pijakan aman. Sebab banyak titik tanah yang masih labil dan retak, tanda longsor susulan bisa saja terjadi kapan pun.

Di Desa Sitohulbahal, Brimob mendirikan dapur lapangan. Tak butuh waktu lama, asap dari dapur darurat mulai terlihat dan aroma makanan hangat tercium. Warga berdatangan perlahan—sebagian masih dengan pakaian basah, sebagian tampak lelah setelah berhari-hari minim asupan.

Bagi warga, makanan bukan sekadar kebutuhan. Itu menjadi tanda bahwa bantuan akhirnya tiba. Setelah dapur lapangan beroperasi, sebagian personel kembali melanjutkan perjalanan ke desa yang masih terisolir: Robean dan Sibulan Bulan. Medannya lebih berat. Ada jalur yang harus dilewati dengan berhati-hati karena di sampingnya terdapat jurang kecil, ada pula bagian yang membuat mereka harus memegang akar dan dahan pohon agar tidak terpeleset.

Di beberapa titik, mereka terpaksa berjalan berkelompok kecil agar bisa saling membantu. Bantuan yang dibawa pun dibagi rata agar tidak terlalu berat di perjalanan.

Selain membagikan logistik, Brimob juga mengawal alat berat untuk menuju lokasi longsor besar. Alat berat ini penting untuk membuka jalan yang tertutup tanah dan batu. Tanpa itu, suplai bantuan besar tidak akan bisa masuk.

Menurut Kabid Humas Polda Sumut, Komisaris Besar Polisi Ferry Walintukan, personel Brimob masih terus bekerja hingga Sabtu (29/11/2025). “Mereka menembus jalur yang tertutup longsor sambil membawa logistik secara manual. Memang berat, tetapi itu bagian dari pengabdian kami. Tidak boleh ada warga yang merasa sendirian,” ujarnya.

Bagi warga, kehadiran polisi di tengah situasi sulit seperti ini memberi rasa aman. Mereka tidak hanya menerima bantuan, tetapi juga merasa diperhatikan. Banyak yang mengatakan bahwa kedatangan Brimob membuat mereka yakin bantuan lain pasti akan menyusul.

Di tengah bencana besar seperti ini, pekerjaan polisi tidak hanya tentang evakuasi atau menjaga ketertiban. Mereka benar-benar hadir sebagai sesama manusia—membantu, menguatkan, dan memastikan warga tetap bertahan sampai akses pulih.

Dan mungkin itulah yang paling penting di Purba Tua: melihat bahwa di balik seragam brimob dan perlengkapan SAR, ada kepedulian besar di dada mereka. Kehadiran polisi telah membawa harapan bagi warga yang terdampak bencana, terutama desa-desa yang terisolir. (Redaksi)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *