Bonarinews.com, Sidoarjo – Tim Disaster Victim Identification (DVI) kembali merilis hasil identifikasi korban insiden runtuhnya musala Pondok Pesantren Al Khoziny di Buduran, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Hingga Jumat (10/10/2025), sebanyak 50 jenazah telah berhasil diidentifikasi dari total 61 korban meninggal dunia.
Tim DVI Polda Jawa Timur masih melanjutkan proses identifikasi terhadap 11 jenazah lainnya, termasuk lima potongan tubuh manusia yang ditemukan tim Search and Rescue (SAR) gabungan secara bertahap di lokasi kejadian. Setelah proses identifikasi selesai, seluruh jenazah akan dikembalikan kepada keluarga untuk dimakamkan.
Sementara itu, insiden runtuhnya bangunan empat lantai musala Al Khoziny menjadi perhatian serius pemerintah pusat. Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Pratikno memimpin rapat tingkat menteri pada Jumat (10/10) untuk membahas aspek keselamatan bangunan pendidikan di seluruh Indonesia.
Dalam rapat tersebut, Pratikno menyebut insiden yang menewaskan 61 santri itu sebagai bencana dengan jumlah korban meninggal terbanyak sepanjang 2025. Ia menjelaskan, penyebab utama runtuhnya bangunan adalah kegagalan struktur penyangga yang jauh dari standar konstruksi aman.
“Peristiwa ini harus menjadi pelajaran penting. Semua kementerian dan lembaga perlu bersinergi memastikan keselamatan infrastruktur pendidikan agar kejadian seperti ini tidak terulang,” ujar Pratikno. Ia juga mengapresiasi langkah cepat BNPB, Basarnas, TNI, Polri, serta pemerintah daerah dalam menangani evakuasi dan penanganan darurat.
Menko PMK bersama Kepala BNPB Letjen TNI Suharyanto, Direktur Operasional Basarnas Laksamana Pertama TNI Bramantyo, dan Gubernur Jawa Timur Khofifah Indarparawansa sebelumnya telah meninjau langsung lokasi kejadian pada Kamis (2/10). Mereka memantau jalannya proses pencarian korban dan memberikan dukungan kepada keluarga yang terdampak.
Penanganan bencana Al Khoziny melibatkan koordinasi lintas kementerian dan lembaga. BNPB memimpin operasi tanggap darurat sesuai amanat Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007, meliputi penyediaan logistik, pendanaan operasional, serta koordinasi komunikasi publik. Basarnas bertugas melakukan evakuasi korban bersama TNI, Polri, dan relawan.
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) turut melakukan audit teknis terhadap struktur bangunan untuk mengetahui penyebab pasti keruntuhan. Sementara itu, Kementerian Sosial menyalurkan bantuan dan layanan psikososial bagi keluarga korban, serta Kementerian Kesehatan memastikan layanan medis dan tata kelola jenazah berjalan sesuai standar.
Kementerian Agama (Kemenag) meninjau kembali kelayakan sarana prasarana lembaga pendidikan keagamaan, sedangkan Kepolisian melakukan penyelidikan terkait kemungkinan adanya unsur kelalaian dalam pembangunan musala tersebut. Pemerintah daerah melalui BPBD, Dinas Sosial, Dinas Kesehatan, dan Dinas PUPR juga turut terlibat dalam tahap pemulihan lingkungan dan pelayanan bagi keluarga korban.
Sinergi lintas lembaga ini menjadi bukti komitmen pemerintah untuk memberikan penanganan yang cepat, transparan, dan berorientasi pada keselamatan masyarakat. Pemerintah berharap hasil evaluasi ini dapat memperkuat sistem pengawasan dan standar keamanan bangunan pendidikan di seluruh Indonesia. (Redaksi)